Hiruk pikuk kembali terdengar dan semakin meriah seputar dengan adanya keinginan Presiden Jokowi untuk merombak kaninet yang dipimpinnya. Walau begitu dari Jokowi sendiri belum pernah keluar pernyataan akan melakukan perombakan. Justru Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden yang menyuarakan perlunya untuk merombak kabinet agar kinerjanya meningkat. Selain itu, elite Jakarta yang paling sibuk membahas, mendiskusikan, dan menganalisis berbagai aspek dari perombakan kabinet.
Isu perombakan kabinet makin kencang ketika Buya Syafii Maarif menyinggung masalah ini usai berjumpa dengan Jokowi. Kalau Buya yang bicara mayoritas mereka yang mendengarnya akan sangat percaya karena kedekatannya dengan Jokowi. Namun yang lebih penting adalah bahwa Buya adalah tokoh yang tidak terlibat langsung dengan politik sehari-hari dan tidak punya kepentingan pribadi.
Sementara isu, info, dan gosip semakin ramai di media cetak dan media elektronik, di media sosial bahkan tidak kalah berisiknya. Padahal rakyat sendiri tidak peduli dengan topik perombakan kabinet. Bagi rakyat terutama yang tinggal di daerah pinggiran kota-kota besar termasuk bagian kumuhnya, serta mereka yang berada di daerah-daerah terpencil kesulitan dalam menyambung hidup sehari-hari sangat menyita waktu, tenaga, dan perhatian mereka. Hanya saja kalau ditanya secara khusus tentang perombakan kabinet pasti jawabnya adalah yang penting adalah hasil kerja para pembantu Presiden Jokowi dalam meningkatkan tingkat kesejahteraan mereka. Ini pernyataan yang jujur, tepat, dan lebih bernilai.
Perubahan:
Biasanya yang kita kenal adalah istilah reshuffle yang dipakai dalam perubahan kabinet. Istilah ini memang paling populer di kalangan politisi. Apalagi media massa juga senang menggunakan istilah ini, walaupun istilah ini sejatinya bukan istilah dalam bahasa Indonesia. Namun karena terlalu sering dipakai, maka dianggap seperti istilah bahasa Indonesia.
Sesungguhnya arti kata reshuffle adalah mengocok kembali seperti pada kartu. Atau, pengocokan kembali sehingga akan mengubah susunan pada kartu. Istilah ini kemudian dalam konteksnya dengan kabinet adalah perubahan susunan.
Dari arti tersebut di atas, maka dalam suatu reshuffle kabinet, akan terjadi perubahan susunan para menterinya. Lebih jauh lagi maka akan ada menteri yang diganti dan ada juga menteri yang bertukar tempat. Intinya susunan kabinet yang baru tidak akan sama yang berbeda dengan kabinet yang baru.  Kalau memakai istilah sepakbola maka akan terjadi penggantian pemain.
Masih meminjam istilah permainan sepakbola, pergantian pemain bisa dilakukan kapan saja sepanjang pertandingan. Pergantian dilakukan atas permintaan pelatih. Maksimal dalam pergantian adalah 3 orang dalam satu tim. Pergantian pemain memiliki beberapa alasan antara lain jika ada pemain yang cedera. Selain itu adalah pergantian karena ada pemain yang bermain di bawah harapan atau tidak bagus. Terkadang pelatih mengganti pemain karena yang bersangkutan sudah menerima 1 kartu kuning, dan dalam pengamatan pelatih pemain tersebut berpotensi mendapat kartu kuning kedua yang berarti kartu merah. Kalau sudah begini maka pemain tersebut akan dikeluarkan wasit. Itulah sebabnya pelatih mengganti pemain yang kasusnya seperti ini dari pada mendapat kartu merah dari wasit.
Landasan:
Dalam hal kabinet yang ada sekarang istilah yang dipakai adalah perombakan kabinet. Sepertinya yang dimaksud adalah pergantian beberapa menteri, dan bukan perombakan mendasar? Karena kalau yang akan dilakukan adalah mengganti perombakan mendasar berarti bukan sekadar mengganti menteri tetapi juga menyangkut aspek-aspek yang lebih mendalam seperti arah, tujuan, dan sasaran? Atau yang akan dirombak adalah strategi kerja dari kabinet ?
Pertanyaan-pertanyaan mendasar semacam ini pastinya hanyalah Presiden Jokowi yang bisa menjawabnya, karena pada hakekatnya para menteri adalah pembantu Presiden.