Stadion Rajamanggala kembali menunjukkan keangkerannya ketika tim sepakbola Thailand mengalahkan tim sepakbola Indonesia di final Piala AFF 2016 dengan skor meyakinkan 2 – 0. Teraseel Dangda dan rekan-rekannya membuktikan bahwa sepakbola Thailand memang yang terbaik di kawasan Asia Tenggara. Kiatisuk Senamuang sang pelatih boleh menepuk dada atas prestasi tim asuhannya.
Sebaliknya, gemuruh dan gegap gempitanya suporter tim sepakbola Indonesia baik yang menyaksikan langsung di stadion Rajamanggala maupun jutaan yang berada di berbagai penjuru, pelosok, dan sudut Indonesia langsung senyap ketika wasit yang memimpin pertandingan final meniup peluit panjang tanda berakhirnya pertandingan final ini. Indonesia kembali tersungkur di final AFF untuk kesekian kalinya. Boaz Salossa dan kawan-kawan harus mengakui keunggulan, ketangguhan, dan kehebatan tim sepakbola Thailand.
Berbagai pendapat, opini, dan komentar bermunculan menanggapi kegagalan tim sepakbola kita termasuk ketidakberhasilan Alfred Riedl membawa tim sepakbola Indonesia dalam merebut Piala AFF. Tentu saja apresiasi tetap diberikan kepada skuad sepakbola Indonesia yang sudah berjuang sekuat tenaga di ajang sepakbola antar negara paling bergengsi di kawasan Asia Tenggara.
Menang atau kalah adalah sesuatu yang biasa dalam pertandingan sepakbola sebagaimana dengan cabang olahraga lainnya. Sebelum bertanding berbagai persiapan dilakukan termasuk strategi. Saat bertanding seluruh kemampuan termasuk taktik dikeluarkan di lapangan hijau. Usai pertandingan kedua belah pihak yang bertanding harus jabat tangan. Ini ciri sportifitas dalam sepakbola. Yang menang gembira, sedangkan yang kalah sedih.
Evaluasi:
Lazimnya usai pertandingan apalagi turnamen seperti AFF, maka tiap asosiasi sepakbola melakukan evaluasi. PSSI tidak terkecuali dalam hal ini. Sambil menunggu evaluasi resmi dari PSSI, masyarakat boleh saja memberikan masukannya berupa evaluasi terhadap kinerja tim sepakbola Nasional kita. Ini merefleksikan kecintaan masyarakat kepada tim sepakbola kita.
Untuk melakukan evaluasi, kedua pertandingan final bisa dijadikan titik awal. Kalau melihat hasil leg 1 yang berlangsung di stadion Pakansari ketika Indonesia menang 2 – 1. Sepertinya Piala AFF sudah di tangan. Bahkan ada media Nasional yang berani menyebutkan bahwa satu kaki sudah masuk. Antusiasme masyarakat yang begitu tinggi melambung membuat banyak pihak seperti terlupa sejenak bahwa pertarungan belum selesai. Bahkan ketika Indonesia berhasil masuk final, tidak kurang dari Alfred Riedl mengatakan bahwa tidak ada yang meramalkan Indonesia masuk final.
Namun, kalau dengan kepala dingin dan hati tenang, tanpa mengurangi penghargaan kepada Boas Salossa dan teman-temannya, kedua gol yang dicetak Indonesia mengandung keberuntungan. Yang masing-masing dicetak oleh Rizky Pora dan Hansamu Yama. Khususnya tendangan first time Rizky Pora yang penuh spekulasi tapi menghasilkan gol. Kejadian seperti kerap terjadi di turnamen besar seperti Piala Dunia sekalipun.
Sementara itu, di leg 2 kita jelas menjadi pecundang. Dominasi Thailand makin terasa di leg 2. Walau begitu, sesungguhnya Thailand memang satu kelas di atas kita. Dari segi stamina Thailand jauh lebih unggul. Postur tubuh para pemain Thailand lebih bagus dan lebih kuat dibanding para pemain kita. Dalam strategi bermain Thailand lebih mantap. Sedangkan ketrampilan para pemain Thailand juga lebih bagus. Kenapa bisa demikian tentu jawaban utamanya adalah karena Thailand memiliki kompetisi yang lebih berkualitas, teratur dan profesional.
Masa depan:
Masa depan sepakbola Indonesia tetap cerah. Prospektif, dan menjanjikan. Siapapun boleh jadi setuju akan pernyataan ini. Namun, untuk menggapainya pasti tidak akan mudah. Akan diperlukan proses yang panjang untuk mengangkat kualitas tim sepakbola kita sehingga bisa disegani di tingkat Asia Tenggara. Selain itu ada persyaratan yang ketat untuk mendorong tim sepakbola Indonesia menjadi tim yang kuat.