Mohon tunggu...
Ahmad Fuad Afdhal
Ahmad Fuad Afdhal Mohon Tunggu... Dosen - Ph.D.

Pengamat isu sosial

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Awas, Hoax di Sekitar Kita!

26 Januari 2017   17:45 Diperbarui: 26 April 2017   01:00 875
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi / Foto : Hoax-Slayer.com

Saat ini, hanya hoax yang menjadi pembicaraan masyarakat. Sepertinya tidak ada yang lebih penting selain mendiskusikan, membahas, dan menyebut soal hoax. Ini terjadi di kantor, di ruang rapat, di kampus, di mal, dan bahkan di tempat kebugaran. Celakanya, makin serius saja percakapan di Whatsapp (WA) tentang hoax. Makin hari makin seru, hoax setiap hari. Inilah potret masyarakat kita termasuk mereka yang dikategorikan golongan terpelajar.

Pembicaraan tentang hoax nampaknya sudah masuk pusat pemerintahan, karena berbagai upaya dilakukan agar masyarakat tidak percaya sama berita hoax. Di kalangan legislatif boleh jadi menjadi semacam hiburan karena hoax juga mengundang ketawa jika beritanya sulit diterima oleh akal sehat. Juga pernah beredar semacam SOP (Standard Operating Procedure) dalam memilah dan memilih berita, informasi, dan postingan di media sosial.

Tujuannya adalah mengambil yang bagus, benar, dan berguna serta membuang yang hoax. Namun demikian, ketika seseorang menerima informasi di media sosial yang membuatnya tertegun, terkesima, dan kaget, namun tetap saja semuanya dinikmati. Akhirnya, upaya menolak hoax jalan terus sementara berita-berita hoax tetap membanjiri media sosial. Sepertinya ini sesuai dengan dalil ekonomi penawaran dan permintaan.

Namun demikian. yang mengagetkan adalah pernyataan Rocky Gerung yang dosen Filsafat FIB Universitas Indonesia, dalam suatu acara di salah satu televisi Nasional, tanpa ragu dia mengatakan bahwa yang berpotensi menjadi pembuat hoax terbaik adalah pemerintah. Ini karena pemerintah memiliki semua peralatan, perlengkapan, dan infrastruktur yang diperlukan untuk memproduksi, mendesain, dan mengedarkan hoax. Intelijen, data statistik, dan media semua ada pada pemerintah. Kurang apa. Lengkap sudah semua yang diperlukan untuk berhoax. Pepatah lama berbunyi lagi menjadi tiada hari tanpa hoax bagi masyarakat kita.

Akar munculnya hoax:

Andaikata hoax diartikan sebagai canda atau joke, ini sudah dipraktekkan, beredar, dan dilakukan sejak lama. Ini karena hoax adalah identik dengan kebohongan dengan berbagai tujuan. April Mop yang beredar pada tiap 1 April di masyarakat Barat, pada dasarnya adalah hoax juga. Ini juga dikenal di kota-kota besar di Indonesia walau tidak seluas di negara-negara Barat.

Hoax sebelum ada media sosial beredar dari mulut-ke-mulut. Juga berseliweran melalui radio. Bahkan media cetak juga memiliki andil dalam mempopulerkan hoax. Dulu dikenal sebagai rumor. Walau begitu, rumor di masa lampau dampaknya berbeda dengan hoax era media sosial yang intensitasnya lebih tinggi karena perputaran pesan yang disampaikan sangat cepat dan meraih khalayak dalam jumlah yang sangat besar jika ternyata pesan yang disampaikan sangat menarik.

Intensitas tinggi, perputaran yang cepat, dan jangkauan khalayak yang banyak sekali menyebabkan hoax bisa digunakan secara sistematis untuk menciptakan opini publik. Ini yang terjadi saat ini. Beda dengan masa lalu rumor yang beredar walau dalam kenyataannya adalah kebohongan tetapi terkadang mengandung aspek lucu, jenaka, dan humor. Ini semacam hiburan bagi masyarakat modern di perkotaan yang sibuk dengan pekerjaan sehari-hari. Kaum profesional menikmati rumor yang semacam ini, walau terkadang terkait dengan kepemimpinan nasional atau para politisi. Kita pernah mengalami periode ini ketika belum muncul media sosial.

Rumor yang lucu jelas merupakan penawar hati yang gundah gulana, galau, dan bingung. Walau ini sifatnya temporer dan hanya untuk mengurangi stress, jelas ada manfaatnya. Lain halnya jika hoax yang menyebabkan sakit hati, amarah, dan kesal, malahan akan menjadi penyebab timbulnya stresskarena merasa dipermalukan. Biaya sosial untuk kasus semacam ini tidak kecil. Reaksi dari pihak yang terkena dampak hoax akan beragam, mulai dari yang acuh sampai kepada yang reaktif dan membalas dengan hoax juga. Akhirnya terjadi perang media sosial seperti sekarang.

Solusi:

Apakah memang ada solusi untuk menghentikan hoax? Apakah memang perlu untuk menyetop hoax? Bukankah hoax itu akan tidak bermakna karena masyarakat juga mampu untuk memilah berita yang benar dari berita hoax? Mengapa pemerintah terlalu sibuk dengan hoax, yang memunculkan persepsi adanya kecenderungan untuk mengendalikan kebenaran?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun