Mohon tunggu...
fuad adi
fuad adi Mohon Tunggu... profesional -

sang penjelajah tapi bukan penjajah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Misi Hidup?

11 November 2015   15:41 Diperbarui: 11 November 2015   15:55 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari mana kita tahu ke mana Tuhan menggiring arah hidup kita sesuai dengan missi penciptaan masing-masing kita?

Ketika kita semua tahu bahwa pada akhirnya setiap yang hidup itu akan mati, lalu kenapa kita harus hidup, pasti ada alasannya. Ada dua kemungkinan alasan kenapa kita ini terlahir, karena keinginan orang tua kita yang menghendaki ada keturunan (dan alasan-alasan lainnya), atau semata-mata Tuhan menurunkan kita di bumi/dunia melalui orang tua kita (yang bisa jadi belum tentu kehadiran kita itu dikehendaki orang tua kita). Dan seperti kita tahu, dalam hidup (yang bukan kehendak kita) mau tidak mau kita akan dihadapkan pada kenyataan bahagia dan derita (dan pasangan-pasangan jenis atau rasa atau apalah yang saling bertentangan) yang saling berganti.

Ada kenyataan yang maunya kita tolak tapi tidak bisa kita hindari, atau ada kenyataan yang kita harapkan tapi malah tidak kita dapatkan. Betapa banyak manusia berulang menemukan kecawa dalam hidup, tetapi terus saja ingin hidup. Atau ada yang paradox, manusia rela menderita untuk mencapai bahagia. Sang pencinta misalnya. Mereka rela untuk menerima kesakitan, tetapi tetap mempertahankan dan berjuang untuk mendapatkan bahagia dari cintanya. Dan kita harus terus menjalaninya, apakah dengan terpaksa atau sadar.

Tetapi, anehnya sebagian besar manusia menghendaki mempertahankan untuk tetap hidup dan takut pada kematian. Mempertahankan hidup yang penuh dengan ketidakpastian, sementara takut pada mati yang sudah pasti.

Kalau kematian itu adalah titik akhir dari hidup--jalan kembali pada Sang Asal (meskiupun ada yang berkeyakinan bahwa mati adalah benar-benar akhir dari hidup-kemusnahan), dan setiap hidup itu mengandung missi, apakah berarti bahwa setiap kematian juga berarti berakhinya missi hidup masing-masing kita…? Dan kalau dalam missi itu terdapat peran, apakah berarti peran kita dalam hidup ini juga sudah tuntas..?

Dan kalau kematian itu sebagaimana hidup (keberadaan kita di dunia) kita ini bukan otoritas kita, berarti ada yang menghentikan, membatasi batas missi dan peran kita. Yang berotoritas menentukan “stop” kita cukup sampai waktu yang ditentukan. Makanya, tidakkah seharusnya missi dan peran kita sebagai alasan kita berada di bumi/dunia ini (dengan hidup) memiliki nilai sama..? apakah kita berperan di sebelah kiri atau kanan.

Atau kalau kita meyakini bahwa peran utama kita adalah sebagai wakil Tuhan di bumi, lalu bagaimana kita tahu peran sebagai apa yang Tuhan kehendaki, sebagai wakil apa...untuk mewakili peran yang mana?Katakan untuk menemukan jawaban itu, lihatlah kenyataan apa yang melekat pada kita saat ini.

Kalau ternyata yang kita lihat adalah peran “negatif” (cara lihat kita sebagai manusia), bisakah kita katakan itu sebagai peran Tuhan yang diwakilkan ke kita..? atau bodohnya, ketika kita melihat diri kita (seperti dalam dunia panggung) sedang berperan antagonis, apakah ini adalah peran yang Tuhan kehendaki..? Atau kalau kemudian manusia adalah tempat salah, lalu bagaimana dengan klaim manusia sebagai ciptaan yang sempurna…?

Dan bagaimana kita tahu kalau kita menjalani hidup kita sudah sesuai dengan kehendak Tuhan..? dan apa konsekuensinya kalau tidak sesuai dengan kehendak Tuhan…? Benarkah kita berada dalam hukum Tuhan ataukah hanya hukum manusia atas tafsir atau prasangkaan manusia atas kehendak Tuhan..?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun