Mohon tunggu...
Fuad Hamdani
Fuad Hamdani Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Teknik Industri Universitas Mercubuana Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Annisa Namanya

25 November 2011   15:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:12 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Annisa Namanya (Akhir Sebuah Cinta, part I)

Banjir, banjir, dan banjir lagi.. Huh, Jakarta memang selalu begini. Tiap tahun pasti dapat ‘hadiah’ seperti ini. Kali ini hanya sebatas mata kaki sih, tapi lumayan merepotkan juga karena aku tinggal di daerah pinggiran Jakarta Barat, dekat dengan kali yang kalau hujan gede bisa bikin banjir satu RW. Apalagi semalam hujan lumayan gede hingga subuh tadi membuat jalan di depan rumah tergenang air setinggi mata kaki. Untung saja rumahku agak tinggi jadi air tidak sampai masuk ke  dalam rumah.

Pagi ini aku berangkat ke kantor harus memakai sandal dulu dari rumah agar sepatuku tidak basah sesampainya di kantor nanti. Kantong plastik yang ku minta dari ibu tadi kugunakan untuk membungkus sepatuku agar bias kumasukkan ke dalam tas. Dengan tas dan jaket yang sudah bertahun-tahun menemaniku kuliah hingga sekarang bekerja ini aku berangkat kerja dan tidak lupa juga ditemani sepeda motor yang kubeli 4 tahun lalu saat masuh duduk di semester 3. Tak lupa pula ciumanku di tangan ibu mengawali hari-hariku untuk berangkat ke kantor. Maklum aku satu-satunya anak ibu yang tinggal bersamanya. Kakakku yang perempuan sudah lama menikah dan tinggal bersama suaminya.

“Assalamualaikum, Ihsan berangkat dulu Bu.“ , kataku kepada ibu sambil kukebut motorku. Ibu menjawab salamku seraya berpesan hati-hati dalam perjalanan. Sepele mungkin, tapi efeknya bisa sangat besar karena itu adalah doa ibu. Jam di tangan sudah menunjuukkan pukul setengah delapan. Perlu 20 menit untuk sampai ke kantor. Itu dalam keadaan normal, tidak macet ataupun tidak terjadi apa-apa di jalan. Padahal jalanan sedang tergenang air yang mungkin dan pasti akan menghambat perjalanan ke kantor. Tapi tidak apa-apa. Toh, aku punya alasan tersendiri kenapa berangkat agak siang karena biasanya pukul 7.20 sudah siap berangkat. Tadi pagi sehabis subuh mengantar ibu dulu ke pasar dan bantu-bantu ibu memberesi warung kelontongan kecil-kecilan yang ada di samping rumah.

Dengan susah payah aku melewati jalan raya yang berair itu. Akhirnya sampai juga di kantorku. Jam tanganku menunjukkan pukul 7.57 yang berarti juga pukul 7.52 di jam absen kantor. Sengaja aku mempercepat jam di jam tanganku. Untuk jaga-jaga saja kalau misalnya terjadi hal-hal di luar kendali kita yang bisa mempengaruhi waktu perjalanan ke kantor ataupun perjalanan ke mana saja. Walaupun terdengar agak lucu ataupun aneh, tetap saja aku lakukan hal itu karena menurutku itu sedikit berpengaruh bagiku untuk bisa menghargai waktu. Apalagi orang kita yang kebanyakan dicap ‘jam karet’ karena sering terlambat. Dan aku tidak mau dicap seperti itu.

Dua minggu lalu aku datang kepada Ustadz Sholeh. Ustadz kenalanku untuk meminta bantuannya mencarikan istri. Maklum, usia sudah dirasa cukup untuk menikah. Modal uang juga sudah ada walaupun tidak begitu banyak, hasil dari tabunganku selama 2 tahun bekerja. Modal ilmu mudah-mudahan cukup dari beberapa sumber yang aku dapat, buku, teman, tausiyah-tausiyah tentang pernikahan oleh ustadz-ustadz kenalanku, dan berbagai sumber lain mudah-mudahan dapat menjadi bekal yang bermanfaat bagiku maupun keluargaku kelak. Selain itu modal mental juga harus dipersiapkan dan semoga mentalku sudah siap karena aku sudah berniat untuk berumah tangga.

Ihsan, panggilan akrabku. Ahmad Ihsanuddin nama panjangnya. Akhir tahun ini aku berusia 27 tahun. Masih lajang, dan semoga secepatnya bisa menuju ke pelaminan menyusul teman-teman yang sudah banyak mendahului. Malam ini aku berencana mengkhitbah atau melamar seorang wanita yang kukagumi. Seorang wanita solichah, sarjana ekonomi yang kini sedang meneruskan S2 nya. Berparas biasa saja, akan tetapi waktu pertama bertemu dua minggu lalu membuat hati ini terasa berdebar-debar. Tidak tahu dari mana perasaan itu datang, langsung muncul secara spontan begitu saja. Apakah ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama. Aku juga tidak tahu. Yang jelas, setiap aku berdoa setelah melakukan sholat istikharah, wanita ini yang selalu muncul di benakku begitu saja. Tanpa aku memintanya. Tanpa aku memohonnya. Mungkinkah Allah telah menjawab doaku? Mungkinkah ia yang akan mengarungi sisa hidup bersamaku, membangun mahligai indah nan suci bertalikan ikatan pernikahan? Mungkinkah Annisa Zuchriyah yang tertulis di Lauhul Mahfuzh sebagai jodohku? Semoga.

to be continued on Cinta Silver Bullet  (Akhir Sebuah Cinta, part II)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun