Orang yang bisa memahami orang lain adalah orang bijak. Orang yang bisa memahami diri sendiri adalah orang yang berpikiran terbuka (Laotze)
Skripsi di Indonesia bagi sebagian kampus merupakan sebuah syarat kelulusan, oleh karena itu mahasiswa mau tidak mau harus berpikir keras untuk sebuah riset, pada proses pelaksanaan diperlukan komunikasi dengan dosen, perizinan pada lembaga tempat penelitian, dan memperbanyak bacaan terkait riset yang sedang dijalani. Mahasiswa tingkat akhir mengerjakan skripsi bisa menggunakan gaya mereka masing-masing, sesuai dengan kemampuan dan analisis.
Pada kesempatan ini, saya ingin sedikit sharing tentang pengalaman skripsi yang saya alami selama 4 bulan kurang lebih. Saya adalah mahasiswa ilmu komunikasi, konsentrasi Public Relations. Saya memulai skripsi pada pertengahaan Desember 2017 tentang komunikasi organisasi, itu pun masih dalam selang-seling traveling yang saya lakukan di berbagai daerah Jawa.
Pada kampus saya, syarat pengajuan judul sudah harus memenuhi SKS yang ditentukan oleh jurusan, salah satunya adalah bimbingan terkait riset yang akan dijalani serta sudah pernah mengikuti seminar proposal minimal tiga kali.Â
Mahasiswa yang sudah memiliki judul, melakukan bimbingan terlebih dahulu, setelah semua komponen komplit dari latar belakang, rumusan, tujuan, manfaat, telaah pustaka, landasan teori, dan kerangka berpikir, semuanya adalah Bab I. ACC merupakan tanda lampu hijau sudah bisa melaksanakan seminar proposal.
Dahulu, saya dibimbing oleh seorang dosen komunikasi yang ramah, beliau adalah bapak Fajar Iqbal, M.Si yang dahulu pada masa S1 juga beliau juga konsen pada kajian komunikasi organisasi. Perjalanan saya menjalin komunikasi dengan pembimbing relatif aman  dan memiliki komitmen untuk kerja sama menyeleseaikan riset yang sedang saya lakukan.Â
Ketika bimbingan, saya dan pembimbing tidak melulu membahas skripsi yang sedang saya kerjakan. Namun saya berusaha masuk kepada ranah-ranah pribadi pembimbing yang di mana masih layak saya ketahui sekali pertemuan bisa sampai satu jam paling lama, salah satunya membahas isu-isu komunikasi.Â
Pada waktu itu, orang tua meminta saya untuk pulang, di tengah urusan skripsi yang belum jelas, saya pulang kampung sesuai intruksi orang tua. Pada saat pulang kampung pun saya melakukan traveling dan  setelah pulang kampung saya pun masih traveling.
Sambil skripsi, saya tetap traveling
Menurut saya, skripsian sambil traveling adalah hal yang menggembirakan. Saya melakukan proses skripsi tapi tetap jalan-jalan. Wah bagaimana bisa hal tersebut dilakukan? Sedangkan skripsi itu butuh pikiran yang fokus.Â
Bagi saya fokus hanya sebentar, menyediakan waktu luang satu sampai dua hari saja untuk serius mengerjakan proposal, sehabis itu saya bisa traveling ke Jakarta, Sumatera Barat, dan beberapa daerah di Jawa Timur. Traveling yang saya lakukan adalah sebuah hobi untuk bisa melihat pelosok-pelosok terdalam  dan keindahan yang disediakan Indonesia untuk masyarakat dunia.Â