Mohon tunggu...
Fatihana Firli
Fatihana Firli Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Ibn Khaldun

everything you lose is a step you take.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Guru Profesional Menurut Imam Al-Ghazali

26 Juni 2024   23:00 Diperbarui: 26 Juni 2024   23:10 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu komponen terpenting dalam dunia pendidikan adalah guru. Karena tanpa adanya seorang guru, proses pembelajaran tidak akan berlangsung secara efektif dan optimal. Guru adalah tenaga kependidikan yang berasal dari anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Dalam mendefinisikan kata guru ataupun pendidik, setiap orang pasti memiliki perspektifnya masing-masing. (Jusmawati & Eka Fitriana, 73:2019)

Ngalim Purwanto seperti yang dikutip dari buku Manajemen Kelas karya Jusmawati mengemukakan bahwa guru adalah orang yang pernah memberikan suatu ilmu atau kepandaian tertentu kepada seseorang atau kelompok orang, sedangkan guru sebagai pendidik adalah seseorang yang berjasa terhadap masyarakat dan Negara. (Jusmawati & Eka Fitriana, 74: 2019)

Dalam ajaran agama islam guru adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan seluruh potensinya, baik potensi efektif, potensi kognitif, maupun potensi psikomotorik. Guru yang berarti orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan pertolongan pada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohani agar mencapai tingkat kedewasaan, serta mampu berdiri sendiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba Allah. (Jusmawati & Eka Fitriana, 74: 2019)

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, keprofesionalan dalam diri seorang guru sangat dibutuhkan. Bahkan seorang guru harus memiliki beberapa kompetensi yang salah satunya adalah kompetensi profesional. Profesional berasal dari kata dalam bahasa inggris professio yang memiliki arti mengakui, pengakuan, menyatakan ahli, atau suatu bidang pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus.

Anwar Arifin dalam jurnal Yusuf Ahmad & Balo Siregar (2015:24) mengemukakan bahwa profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupannya yang memerlukan keahlian, kemahiran, dan kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu, serta memerlukan pendidikan profesi.

Guru profesional pada hakikatnya adalah sosok guru yang memiliki kesadaran yang kolektif dan utuh akan posisinya sebagai pendidik. Maka dengan demikian, seorang guru harus dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. seorang guru sudah sepatutnya memiliki beberapa hal yang perlu diperhatikan, di antaranya adalah memiliki budi pekerti, tabi’at, watak, ataupun akhlak yang baik untuk memberikan pembelajaran yang baik kepada peserta didik dan mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan sebaik mungkin. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hendaknya seorang guru memperhatikan beberapa gagasan yang dikemukakan oleh Imam Al-Ghazali terkait bagaimana menjadi guru yang profesional berdasarkan kitab Ihya’ Ulumuddin.

  • Seorang guru hendaknya memberikan kasih sayang kepada murid-muridnya sebagaimana memperlakukan anaknya sendiri. Seperti yang diterangkan dalam sebuah hadist Rasulullah SAW: 

إِنَّماَ أَنَا لَكُم مِثْلُ الوَالِدِ لِوَلَدِهِ

Artinya: “Sesungguhnya aku ini bagimu adalah seumpama seorang ayah bagi anaknya” (H.R. Abu Dawud, An-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban)

Memberikan kasih sayang kepada murid dengan maksud untuk melindungi mereka dari neraka dunia yaitu kebodohan. Guru semestinya memberikan kebaikan berupa ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk keselamatan di dunia maupun akhirat. Keterikatan yang timbul karena kasih sayang seorang guru kepada muridnya membuat proses penerimaan ilmu pada murid menjadi lebih mudah dan bermakna. Maka seorang pendidik akan lebih mudah dalam mendidik murid dalam proses pembelajaran.

  • Tidak mengharapkan upah ataupun pujian dalam menjalankan tugasnya, tetapi mengharapkan ridah Allah SWT dan mendekatkan diri kepada-Nya. Seorang guru hendaknya memandang murid sebagai jalannya untuk mendapatkan ridha Allah sekaligus mendekatkan diri kepada-Nya. Bukan sebagai pihak yang diberi sehingga mengharapkan imbalan atas apa yang telah diberikan. Namun apabila seorang guru mengharapkan imbalan dari jasanya, maka dalam perjalanannya terasa tidak lapang. Akan dipenuhi rasa ketidakpuasan akan imbalan yang diterima. Rasa ikhlas yang seorang guru miliki dalam mengajar sekaligus mendidik akan memberikan ketenangan jiwa dan juga kedamaian hati, dan hatinya hanya akan terhimpun satu tujuan yaitu mengharap ridha Allah SWT. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Huud ayat 29:

… وَيٰقَوْمِ لَآ اَسْـَٔلُكُمْ عَلَيْهِ مَالًاۗ اِنْ اَجْرِيَ اِلَّا عَلَى اللّٰهِ

Artinya: “Wahai kaumku, aku tidak meminta kepadamu harta (sedikit pun sebagai imbalan) atas seruanku. Imbalanku hanyalah dari Allah…”

  • Seorang guru hendaknya memanfaatkan setiap peluang untuk memberi nasihat dan bimbingan kepada muridnya bahwa tujuan belajar bukan untuk memperoleh materi dunia saja, tetapi juga untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sebagaimana do’a yang senantiasa dibaca dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 201:

وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّقُوْلُ رَبَّنَآ اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَّفِى الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَّقِنَا عَذَابَ النَّارِ ۝٢٠١

Artinya: “Di antara mereka ada juga yang berdoa, “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta lindungilah kami dari azab neraka.”

  • Seorang guru hendaknya berlaku halus dalam mengajar, terutama kepada anak yang memiliki tingkah laku buruk. Hendaknya seorang guru menegur dengan sindiran halus dibandingkan secara terang-terangan ataupun mencela. Oleh karena demikian, hal itu akan membuat anak hilang rasa takutnya kepada seorang guru dan mengakibatkan anak berani mentang dan meneruskan perilaku buruk tersebut. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW sebagai seorang guru profesional:

لَوْ مُنِعَ النَّاسُ عَنْ فَتُّ البَعْرِ لَفَتُّوهُ وَقَالُوا مَا نُهِيْنَا عَنْهُ إِلَّا وَفِيْهِ شَيْءٌ

Artinya: “Jikalau manusia itu dilarang dari menghancurkan tai unta, maka akan dihancurkannya dengan mengatakan: kita tidak dilarang dari perbuatan itu kalau tak ada apa-apanya.” (walau menurut Al-Iraqi, dia tidak pernah menjumpai hadist ini).

  • Seorang guru yang bertanggung jawab pada salah satu mata pelajaran hendaknya tidak fanatik dan tidak mencela mata pelajaran lain terlebih di hadapan muridnya. Sebaliknya, hendaknya seorang guru memotivasi murid untuk mencintai dan membuka jalan kepada mereka untuk mempelajari segala bidang ilmu pengetahuan. Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ

Artinya: “Barang siapa menelusuri jalan untuk mencari ilmu padanya, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim).

  • Seorang guru hendaknya memperhatikan batas kemampuan muridnya dalam memahami materi pembelajaran dan menyampaikan ilmu sesuai kemampuan berfikir murid. Hendaknya guru tidak menyampaikan materi di luar batas kemampuan berfikir dan diluar jangkauan pemahaman murid. Hal ini dapat mengakibatkan murid merasa bosan dan tidak nyaman serta ilmu yang disampaikan akan menjadi sia-sia. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

نَحْنُ مَعَاشِرَ الأَنْبِيَاءِ أُمِرْنَا أَنْ نَنْزِلَ النَّاسَ مَنَازِلَهُمْ  وَنُكَلِّمَهُمْ عَلَى قَدْرِ عُقُوْلِهِمْ

Artinya: “Kami para nabi disuruh menempatkan masing-masing orang pada tempatnya dan berbicara dengan mereka menurut tingkat pemikirannya” (dirawikan hadis ini pada sebagian dari Abi Bakar bin Asy-Syukhair dari Umar dan pada Abi Dawud dari Aisyah).

  • Seorang guru kepada murid yang memiliki kemampuan terbatas hendaknya menyampaikan hal-hal yang jelas dan sesuai dengannya. Dan tidak disebutkan kepadanya bahwa di balik itu ada pendalaman yang tidak bisa disampaikan kepadanya. Karena hal itu dapat membuat murid kehilangan minat pada hal-hal tersebut, dan memberi kesan bahwa guru bakhil dalam menyampaikan ilmu kepadanya. Banyak orang yang meyakini bahwa dirinya layak menerima ilmu yang lebih mendalam. Karena setiap orang pasti menginginkan mendapatkan akal yang cerdas dari Allah SWT dan ridha akan hal tersebut. Sedangkan orang yang paling bodoh dan lemah akalnya adalah orang yang merasa bangga dengan kesempurnaan akal pikirannya.
  • Seorang guru hendaknya mengamalkan ilmunya, yaitu tidak mendustakan perkataannya atau perbuatannya tidak sesuai dengan ilmu yang diajarkan kepada murid. Sebagaimana firman Allah SWT yang mempertanyakan hal tersebut dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 44:

… اَتَأْمُرُوْنَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ اَنْفُسَكُمْ

Artinya: “Mengapa kamu menyuruh orang lain untuk (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri…”

Dosa orang yang berilmu namun melakukan maksiat lebih besar dibandingkan orang yang bodoh. Karena terperosoknya orang berilmu akan membuat orang banyak terperosok akibat menjadi pengikutnya.

Berdasarkan delapan gagasan menjadi guru profesional menurut Imam Al-Ghazali di atas, dapat disimpulkan bahwa menjadi seorang guru tidaklah mudah. Namun dapat dilihat bahwa guru memiliki peluang yang besar untuk dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Karena hal-hal yang diajarkan kepada muridnya merupakan sarana untuk mencapai keridhaan Allah SWT.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun