Mahasiswa Ditengah Pusaran Radikalisme & Tantangan Ideologi Trans Nasional
(reportase)
Belakangan ini kata radikalisme menjadi ungkapan yang "menarik" di lini masa medsos.
Radikal yang asal katanya radix secara istilah bersifat mendasar sampai ke akar-akarnya. Dengan demikian bisa dikatakan suatu upaya mengubah sesuatu sampai ke akar-akarnya.
"Radikal itu sekarang tidak lagi inklusif tapi sudah umum. Secara yuridis, aspek radikal belum pas menurut hukum".
Demikian disampaikan oleh Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH salah satu Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) dalam acara seminar Halaqah Nasional - Mahasiswa Ditengah Pusaran Radikalisme & Tantangan Ideologi Trans Nasional oleh unit kegiatan mahasiswa (UKM) Forum Mashasiswa Peduli Bangsa di Kampus USU, 26 Oktober 2017.
Guru besar hukum itu juga menganalogikan dengan terwujudnya proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, juga tidak lepas dari upaya radikal kaum muda untuk mendesak Bung Karno dan Bung Hatta memproklamirkan kemerdekaan Bangsa Indonesia.
Menurut Guru Besar Hukum itu lagi, kalangan non-muslim pun juga banyak yang radikal. Tetapi itu dilakukan oleh oknum-oknum saja.
Faktor-faktor radikal itu beranjak dari, faktor pemikiran, ekonomi, sosial dan politik. Dimana sekularisme dalam kondisi yang berpihak kepada kaum kapitalis.
Turut serta pembicara lainnya dalam acara Halaqah Nasional ini adalah dari kalangan intelektual muda Islam yakni Warjio, PH.d dan Muhammad Sofi Mubarok.
Acara seminar ini dihadiri sekitar 300 orang yang di dominasi oleh kalangan mahasiswa USU sendiri serta dari kampus UISU, Unimed, UMSU, dan kalangan umum.