Mohon tunggu...
Firdaus Tanjung
Firdaus Tanjung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memberi dan mengayuh dalam lingkar rantai kata

"Apabila tidak bisa berbuat baik - Jangan pernah berbuat salah" || Love for All - Hatred for None || E-mail; firdaustanjung99@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Antara Mendaki dan Menolong

18 Oktober 2014   06:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:35 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu pengalaman yg (menggugah) kembali ingat pd memory silam. Yakni ketika masih ABG (kelas III SMA di Pdg). Ide menulis ini sebenarnya sudah lama, tapi tak sempat2 juga. Maklum cerita yg sudah sangat lama sekali sudah 20 tahun lebih. .......Seperti biasa , ketika itu Aku sedang mempersiapkan perlengkapan dn peralatan utk mendaki salah satu Gunung di Sumbar. [caption id="" align="aligncenter" width="550" caption="(Foto G.Marapi 2891 Mdpl, Sumbar. Sumber: id.wikipedia.org)"][/caption] Hobby ini memang sangat melekat kuat dalam diriku kalau tdk mau dikatakan "maniac" penggiat di alam bebas. Dua hari lagi tepatnya hari Sabtu sudah harus berangkat. Tapi sebelumnya ada sesuatu yg belum lengkap dalam packing barang dalm tas ransel/Careerr. Yakni matras (alas tempat tidur) yg dtitipkan kawan di rumah teman. Singkatnya aku langsung kesana ke tempat temanku. Maklum dulu blm ada penggunaan HP, yg ada hanya fasilitas telpon kabel / wartel. Tapi sayangnya rumah teman itu tdk memiliki fasilitas telpn. Singkatnya sampai disana, teman yg didatangi blm pulang, maklumlah sebagai yg tertua dari tiga bersaudara, pulang sekolah bantu ortu jualan di pasar. Di rumah yg ada hanya adiknya dua org yg masih kecil2. Yg satu SMP dan satu lagi masih SD. Rumahnya memang sangat sederhana. Tdk ada perabot2 mewah. Kursi ruang tamu hanya dari rotan biasa. Teman ini memang tergolong keluarga "tdk mampu" sepertinya. Ku lihat, adik yg paling kecil itu habis menangis karena dilihat dari matanya yg sembab. Setelah diizinkan duduk oleh kakaknya yg SMP, saya tanya kenapa adiknya menangis ?? Dijawab dgn malu2, bhwa mereka blm makan dn sedang menunggu abangnya yg hari ini agak lama pulangnya. Jantung ku berdesirrrr seketika. Aaach....batin ku meringis.... Sambil menghisap rokok aku jadi serba salah. Tanpa berlama2 termenung naluri ingin membantu sesama langsung mencuat di benak pikiran. Aku permisi sebentar pergi keluar. Sepeda motor langsung kuarahkan ke rumah makan utk beli nasi dua bungkus, krna aku yakin kakaknya jg blm makan. Oh...temanku, sekalipun kita tdk satu gedung sekolah dan belum akrab, tapi melihat fakta di rumahmu tdk bisa aku berdiam diri. Mungkin ini rasanya Allah Swt, menolong hamba2-Nya dgn menyuruhku datang ke rumahnya utk mengambil matras perlengkapan mendaki ku. Selesai membayar, langsung aku menuju ke rumahnya yg memang berjarak tdk terlalu jauh dari jalan besar. Sampai di rumahnya, kulihat belum jg datang temanku itu. Lalu aku masuk dan memanggil si kecil tadi utk makan. Mulanya dia ragu, lalu ku panggil jg kakaknya yg sedang mencuci pakaian. Setelah kujelaskan bhwa saya orang yg gak sampai hati melihat demikian, barulah mereka mau makan. Melihat makannya yg lahap saya pun jadi senang. Sampai nasi bungkus telah habis temanku pun jg belum menampakkan kedatangannya yg biasanya memakai sepeda. Ada beberapa jam aku menunggu. Tiba2 ada yg datang yg rupanya tetangga temanku mengatakan bhwa Radian diserempet sepeda motor dan pelakunya kabur. Sekarang di rumah sakit. Tetangga itu kebetulan lewat di lokasi kecelakaan tsb. Yah tak bisa dibayangkan adik2 temanku ini menagis sejadi2nya takut terjadi yg tidak2 pd abangnya yg selama ini menjadi tulang punggung keluarga. Ayahnya baru dua tahun lalu meninggal karena sakit dn tdk ada biaya yg cukup. Tapi syukurlah, temanku itu masih hidup dan lukanya tdk terlalu parah menurut cerita tetangga tsb. Tanpa pikir panjang, aku langsung menuju rumah sakit setelah sebelumnya menenangkan adik2 temanku itu. Ku suruh tunggu di rumah dan banyak2 berdoa. Kalau mamaknya pulang nanti, bilang mamak jgn khawatir bhwa abang hanya luka2 tdk terlalu parah. Sampaikan ada kawannya datang barusan dan mau melihat kesana. Sesampai di rumah sakit, memang temanku luka2nya tdk terlalu parah. Kebanykan lecet di tangan dan di kaki ada luka robek yg perlu dijahit. Radian pun jg heran melihat kedatanganku yg tiba2 ada di rumah sakit. Setelah kuceritakan barulah dia mengerti. Tak lama berselang, setelah boleh pulang maka aku langsung menebus biaya pengobatan. Maklumlah si penabaraknya aja kabur. Biayanya memang tdk terlalu mahal tapi mungkin mahal menurut temanku Radian, apa lagi ini rumah sakit umum. Dan status temanku dan jg aku masih pelajar. Maka diberi keringanan sedikit. Alhamdulillah. Temanku Radian menangis terharu mendapat pertolongan aku. Dan aku meyakinkannya bhwa mungkin ini pula Tuhan mengirim aku utk membantunya. Dan ku bilang jg bhwa aku ikhlas menolongnya dan tdk usah diganti-rugi. Akhirnya kami sampailah di rumah Radian. Dgn berjalan tertatih2 aku papah dia ke kursi panjang yg berada di ruang tamu. Tak lama berselang mamaknya pulang dari pasar. Dan jelas sekali kaget ortu temanku itu. Setelah agak reda barulah aku jelaskan dgn panjang lebar. Bermula aku mau mengambil matras yg dititpkan kawan ke rumah Radian. Sang ibu berurai air matanya. Tak terasa mataku jg basah melihat ibu radian ini yg harus membanting tulang dan dibantu anaknya yg paling tua, Radian. So, akhirnya aku memutuskan utk tdk pergi mendaki gunung kpd teman2 ku. Aku sampaikan cerita ini kpd teman2 bhwa uangku sebagian besar telah kugunakan utk menolong biaya perwatan di rumah sakit teman kita. Setelah mendengar cerita sedikit mengharukan ini, teman2 ku tetap menginginkan agar aku bisa jadi pergi. LAgian memang aku sedikit lebih berpengalaman mengenai pendakian gunung tsb. Mengenai masalah keuangan tdk usah khawatir karena ada yg akan menanggung biaya aku. Justru teman2 sangat apresiasi dgn tindakan aku tsb. Menolong kawan yg ditimpa musibah. "rintikan air pada titian hati - ditepian rimba" 1993.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun