Bismillah,
Beberapa waktu terakhir berita tentang lembaga pengganti SKK Migas atau lebih tepatnya BP Migas menjadi kurang populer karena berita penunjukan Kapolri, Kriminalisasi KPK, dan berita RAPBD DKI. Berita RAPBD DKI lebih menarik karena melibatkan kasus korupsi dan dana pengadaan UPS yang tidak masuk akal. Selain itu, konflik dalam RAPBD DKI yang melibatkan gubernur dan DPRD menjadi lebih menarik dengan kemunculan meme dan hastag atau tagar #savehajilulung yang mendunia bahkan mungkin mengalahkan berita tentang ariel dan luna maya beberapa waktu silam. Namun, wacana organisasi pengganti BP Migas atau SKK Migas juga sangat menarik untuk dibahas.
Prof.Sri Edi Swasono menyebutkan bahwa pemimpin seharusnya objektif kepada aturan tetapi subjektif kepada rakyat. Tulisan beliau mengacu kepada pemimpin harus ada atau sangat berpihak kepada rakyat. Bahkan, beliau keras mengatakan bahwa “pembangunan harus mengusur kemiskinan bukan mengusur orang miskin”. Pasal 33 UUD RI tahun 1945 menyebutkan bahwa sumber daya alam strategis harus dikuasi oleh negara dan digunakan untuk kemakmuran rakyat. Kemakmuran rakyat adalah prioritas utama pelaksana atau penyelenggara negara.
Nasionalisme adalah hal esensial yang penting untuk kemajuan bangsa. Sebagi contoh, Pejabat Dekan FEUI tahun 2013 menugaskan kepada Staf Khusus Dekan untuk mengubah pengadaan air mineral di lingkungan FEUI dari Air mineral bermerek perusahaan asing menjadi perusahaan basis dalam negeri ketika itu air mineral di FEUI menggunakan merek air mineral terbesar di Indonesia yang merupakan perusahaan asing. Hal tersebut menunjukan bahwa sepakat untuk mendorong kamajuan industri dalam negeri karena kemajuan industri dalam negeri ditentukan oleh keinginan atau keberpihakan masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, kita sepakat mendukung industri yang berbasis perusahaan nasional termasuk industri migas dalam negeri dan penting membuat organisasi regulasi yang berpihak kepada masyarakat dengan langkah-langkah strategis yang tepat termasuk pergantian organisasi BP Migas yang “dibubarkan” dan dianggap inkonstitusional.
Putusan Mahkamah Konstitusi BP Migas dalam UU Migas
Kita tidak dalam posisi memperdebatkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap peninjaun kembali (PK) UU Migas. Keputusan MK bersifat final yang mengikat dan harus diikuti atau dilaksanakan lembaga terkait dalam putusannya. Keputusan MK dihasilkan oleh hakim-hakim yang tidak hanya ahli dalam bidangnya tetapi juga memiliki nasionalisme yang tinggi. Keputusan MK pada PK UU Migas berimplikasi terhadap pembubaran “Badan Pelaksana” atau BP Migas sehingga pemerintah membentuk SKSP Migas dibawah menteri ESDM dan diganti menjadi SKK Migas dibawah Presiden selama masa transisi. Oleh karena itu, Keputusan atau pengajuan rancangan UU Migas yang baru oleh pemerintah seharusnya berpedoman kepada keputusan MK.
Pada dasarnya, keputusan pemenang tender sebuah blok migas ditentukan oleh Kementerian ESDM melalui Ditjen Migas dan juga keputusan pengalihan kepemilikan partisipasi interes. Oleh karena itu, BP Migas bukan pihak yang menentukan perusahaan pengelolaan sebuah blok migas walaupun BP Migas menandatangai Production Sharing Contract (PSC) dengan pihak Kontraktor Kontrak kerja Sama (KKKS) atau perusahaan migas. BP migas tidak menjadi “terdakwa” sepenuhnya atas blok-blok migas yang dikuasai oleh perusahaan asing. Oleh karena itu secara esensi, BP Migas tidak pro-asing atau lebih mengutamakan asing.
Cost Recovery: Perusahaan Migas dan Perusahaan Non Migas di Indonesia
Perusahaan Migas di Indonesia khususnya identik dengan cost recovery (biaya penggantian) oleh negara. Cost recovery ini terkadang menjadi maslah karena jumlah yang luar biasa besar. Namun, cost recovery tidak dapat diartikan sebagai biaya penggantian oleh negara kepada perusahaan migas beroperasi di Indonesia dalam bentuk tunai. Dengan kata lain, cost recovery bukan pemberian dana atau uang (money) dari pemerintah yang diberikan kepada perusahaan migas karena telah melakukan kegiatan terkait migas di Indonesia. Pada dasarnya, Cost recovery adalah pengakuan beban oleh pemerintah (melalui SKK Migas yang diaudit oleh SKK Migas, BPK, BPKP, dan Ditjen Pajak dengan tujuan masing-masing). Skema cost recovery di Indonesia (http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2014/11/25/cost-recovery-media-publik-dan-metode-psc-693492.html).
Pada dasarnya, skema cost recovery dalam hal pengakuan perusahaan migas tidak memiliki perbedaan dengan perusahaan non-migas bahkan perusahaan non-migas tidak diaudit khusus oleh lembaga khusus seperti SKK Migas. Dengan kata lain, migas dan non migas memiliki skema kontribusi penerimaan yang sama kepada negara setelah profit. Bahkan, perusahaan migas memberikan lebih kepada negara dengan sistem bagi hasil atau negara menerima lebih banyak karena negara tidak hanya menerima dari pajak tetapi juga dari persentase bagi hasil. Namun, industri migas adalah industri strategis menggunakan kekayaan alam tidak dapat diperbaharui dan menguasai hajat hidup rakyat serta harga minyak dunia menjadi asumsi makro dalam penyusunan APBN dan rentan akan kepentingan asing. Oleh karena itu secara kekhususan bisnis, cost recovery tidak memiliki perbedaan dengan pengakuan beban pada sektor bisnis non migas.
Solusi terbaik organisasi pengganti BP Migas (SKK Migas)
Keputusan MK yang “membubarkan” BP migas mengharuskan pemerintah untuk membentuk organisasi baru yang mengurusi permasalahan perminyakan di Indonesia. Berdasarkan wacana kekinian oleh pengamatan dan stakeholders,BP Migas sebaiknya diubah menjadi BUMN, BUMN Khusus, atau Badan (seperti BP Migas) tetapi wacana tersebut direduksi menjadi BUMN Khusus yang diusulkan bukan dibawah menteri BUMN tetapi dibawah menteri ESDM walaupun organisasinya bernama BUMN Khusus. Akan tetapi pada dasarnya, keberadaan organisasi BP Migas dan SKK Migas tidak memiliki kewenangan khusus dalam menentukan pengelolaan sebuah blok migas di Indonesia. Proses pengelolaan atau kepemilikan interes (persentase kepemilikan) di sebuah blok di Indonesia ditentukan oleh Menteri ESDM melalui Ditjen Migas. Selain proses kepemilikan interes, Kementerian ESDM juga memiliki kewenangan penuh dalam menentukan pengalihan partisipasi interes.
UUD RI 1945 pasal 33 menyebutkan bahwa kekayaan alam strategis dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, organisasi yang tepat menjadi pengganti BP Migas tetap harus dibawah presiden dan DPR RI sebagai perwakilan rakyat Indonesia sehingga organisasi pengganti BP Migas seharusnya berbentuk badan. BUMN Khusus dibawah menteri ESDM atau menteri BUMN akan rentan “intervensi” atau konflik kepentingan. Menteri, Dirjen, Direktur, Subdit, atau pihak lain dapat melakukan intervensi kepada BUMN Khusus. Pada dasarnya, tidak salah menteri atau pihak lain mempengaruhi atau mengintervensi untuk kepentingan rakyat tetapi jika menteri memiliki kepentingan selain kepentingan rakyat seperti kepentingan kelompoknya, diri pribadi, atau pihak lain akan menjadi sebuah masalah untuk bangsa. Oleh karena itu, penting hanya presiden sebagai pihak yang dapat mempengaruhi dan kita percaya presiden akan menggunakan pengaruhnya untuk kepentingan rakyat berdasarkan amanah UUD RI 1945 dan sumpah jabatannya.
Selain BP Migas tidak mempunyai kewenangan dalam menentukan perusahaan pemenang tender, BP Migas tidak memiliki kewenangan utuh untuk menentukan perusahaan peng-akusisi sebuh blok migas. Semua proses dilakukan di Kementerian ESDM sehingga kurang tepat jika menyebutkan bahwa SKK tidak berpihak pada perusahaan dalam negeri atau lebih pro-asing. Karenanya, posisi organisasi sebagai badan dibawah presiden dan DPR menjadi posisi terbaik di ketatanegaraan kita. Namun, kewenangan BP migas dalam menentukan harga dan penjualan hasil produksi migas sebaiknya diserahkan kepada organisasi lain tetapi sebaiknya tidak ke pertamina karena pertamina pelaksana kegiatan hulu migas. Tim reformasi migas dapat dijadikan organisasi independen yang mengelola penjualan hasil produksi migas.
Bagan 1. Posisi SKK Migas dalam Struktur Ketatanegaraan
Skema dua (2) menunjukan SKK Migas dibawah Kementerian sehingga rentan terhadap intervensi dari menteri dan bagian lain di kementerian yang ditugaskan kementerian. Sedangkan, skema satu (1) menunjukkan bahwa SKK Migas dan kementerian tidak memiliki hubungan secara langsung tetapi memiliki hubungan koordinasi karena kementerian dan SKK Migas berada dibawah Presiden langsung. Jika skema dua (2) diterapkan, Kementerian ESDM akan memiliki kewenangan “sempurna” atas proses migas di Indonesia karena proses tender sebuah blok dan pengalihan partisipasi interes sebuah blok dilakukan di Kementerian ESDM. Kewenangan yang sempurna akan rentan dengan penyalagunaan kewenangan atau abuse of power dan rentan terjadi KKN. Namun jika skema 1 diterapkan, akan terjadi pembagian kekuasaan atau kewenangan antara lembaga setara yang memilikim kedudukan setara sehingga dapat menekan penyelagunaan wewenang dan KKN.
Korupsi di SKK Migas oleh pimpinan tertinggi memang menjadikan posisi SKK Migas menjadi sulit. Dalam kasus korupsi Prof.Rudi Rubiandini, SKK Migas dianggap telah melakukan tindakan penyalaguaan kewenangan karena telah melakukan proses tidak sesuai. Namun, Menteri ESDM juga melakukan tindak pidana korupsi sehingga dua organisasi ini juga harus diawasi dan saling mengawasi. Oleh karena itu, SKK Migas seharusnya memiliki posisi yang sama dengan kementerian dalam posisi dalam negara atau setingkat sehingga dapat saling melakukan pengawasan dan tidak dalam saling intervensi.
Putusan MK menyebutkan bahwa BP Migas lebih menguntungkan asing tetapi (sekali lagi) proses tender blok migas dilakukan di Kementerian ESDM walaupun pihak yang bertanda tangan adalah SKK Migas sebagai wakil pemerintah. Menteri ESDM tidak dapat langsung berkontrak dengan perusahaan pemenang tender sebuah blok karena untuk mengantisipasi gugatan atau tuntutan perusahaan migas kepada negara jika terjadi wanprestasi atau dispute dalam PSC. Oleh karena itu pertama, penting mengembalikan atau mempertahankan posisi SKK Migas dibawah presiden langsung atau dibawah pimpinan tertinggi dinegeri ini yang kepentingannya adalah untuk rakyat. Kedua, proses kepemilikan sebuah wilayah kerja atau blok migas adalah kewenagan Kementerian ESDM sehingga tidak sepenuhnya SKK Migas bersalah dalam penguasaan asing terhadap blok migas. Ketiga, sebaiknya kewenangan SKK Migas untuk penjualan hasil produksi minyak diahlikan kepada organisasi indepenen yang tidak terkait dengan proses pengelolaan blok migas seperti pertamina, Kementerian ESDM, dan SKK Migas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H