Mohon tunggu...
Frenky Sasmito Suarto
Frenky Sasmito Suarto Mohon Tunggu... lainnya -

Pencinta Sosial, mengedepankan kepentingan masyarakat, dan melupakan kemesraan lampau

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Cost Recovery: Media, Publik, dan Metode PSC

26 November 2014   03:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:50 1346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita tentu sepakat dengan Prof. Sri Edi Swasono yang menyebutkan bahwa Indonesia is not for sale karena perekonomian nasional memang seharusnya ditujukan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Semua sumber daya perekonomian ditujukan untuk kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, pasal 33 UUD Republik Indonesia harus diterapkan semaksimal mungkin dan tanpa ada tawar menawar untuk itu. Rakyat MUTLAK harus makmur!!! Rakyat MUTLAK harus sejahtera!!!

Sektor minyak dan gas adalah kekayaan alam yang menguasai hajat hidup orang banyak dan harus dikuasai oleh negara dan digunakan sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, penting memahami secara sederhana industri migas kaitan bagi hasil.

dalam pengaturan industri hulu (upstream) minyak dan gas (migas), Indonesia menggunakan sistem bagi hasil melalui kontrak bagi hasil atau production sharing contract (PSC). PSC adalah perjanjian antara pihak perusahaan migas atau Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dengan pemerintah atau Government of Indonesia (GOI). PSC berisikan hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh kedua belah pihak. PSC juga berisikan nilai atau jumlah yang didapat oleh kedua belah pihak. Berbeda dengan sistem pertambangan mineral dan batubara (minerba) yang tidak membagi keuntungan berdasarkan proporsional perjanjian, sistem PSC membagi keuntungan berdasarkan sistem proporsional perjanjian. Berikut ilustrasi sederhana sistem bagi hasil di Migas di Indonesia.

Sumber: skkmigas

Gambar 1

Ilustrasi Perhitungan Bagi Hasil Minyak antara GOI dan KKKS.

PSC atau kontrak bagi hasil juga berisikan materi bahwa GOI harus menanggung biaya yang dikeluarkan KKKS dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan aturan yang ada. Akan tetapi, sistem penggantian oleh negara atau cost recovery bukan berarti negara mengeluarkan uang untuk mengganti atau diberikan kepada KKKS sebagai pengganti biaya yang dikeluarkan KKKS. Dengan kata lain, cost recovery adalah pengakuan beban biaya yang dilaporkan kepada pemerintah melalui SKK Migas oleh KKKS. Pelaporan keuangan atau saldo yang dimintakan cost recovery kepada negaradilakukan melalui pelaporan keuangan yang disebut financial quarterly report (FQR). FQR memuat seluruh biaya yang dikeluarkan oleh KKKS dari tahap pencarian sampai tahap produksi tahun berjalan.

Biaya-biaya yang dilaporkan oleh KKKS kepada pemerintah diaudit oleh lembaga negara seperti SKK Migas, BPK, BPKP, dan Ditjen Pajak dengan tujuan masing-masing instusi. Oleh karena itu, secara tidak langsung bahwa FQR tersebut telah diaudit (audited). Metode audit atau pemeriksaan terhadap biaya yang dilaporkan dalam FQR dengan audit keuangan perusahaan secara umum memiliki esensi mendasar yang berbeda.Audit dalam FQR tidak mengenal matrealitias atau jumlah minimum yang dijadikan dasar temuan audit. Dalam audit biaya dalam FQR yang dimintakan cost recovery,biaya sekecil apapun bahkan US$1 sekalipun jika tidak memenuhi ketentuan akan dijadikan temuan yang direkomendasikan untuk dikoreksi oleh KKKS.

Untuk lebih memahami sistem bagi hasil, gambar 2 adalah ilustrasi sederhana laporan keuangan KKKS yang berproduksi dan memperoleh pendapatan.

Gambar 2

Ilustrasi Sederhana Perhitungan Bagi Hasil antara GOI dan KKKS dengan proporsi 85%-15%

Gambar 2 menunjukan bahwa KKKS memperoleh pendapatan bersih sebesar US$150,000,000.00 dengan total beban sebesar US$85,000,000.00 sehingga keuntungan atau laba bersih sebesar US$65,000,000.00. Keuntungan sebesar US$65,000,000.00 dibagi berdasarkan proporsi sebesar 85% untuk GOI dan 15% untuk KKKS. GOI mendapatkan bagian sebesar US$55,250,000.00 sedangkan KKKS mendapatkan bagian sebesar US$9,750,000.00. oleh karena itu, pemerintah atau GOI mendapatkan bagian selalu lebih besar.

Beberapa pengamat mengatakan jika suatu blok diberikan kepada pertamina maka Indonesia sebenarnya mendapat bagian sebesar US$65,000,000.00 atau mendapatkan sebesar 100% dari total keuntungan atau laba bersih. Akan tetapi, ada risiko bisnis yang sepenuhnya ditanggung oleh KKKS. Biaya tersebut adalah biaya yang timbul akibat pendapatan dari hasil migas lebih kecil dibandingkan dengan total beban atau total biaya yang dikeluarkan KKKS. Gambar 3 adalah ilustrasi sederhana laporan keuangan KKKS yang berproduksi dan memperoleh pendapatan tetapi lebih kecil dibandingkan beban.

Gambar 3

Ilustrasi sederhana perhitungan bagi hasil antara GOI dan KKKS dengan pendapatan lebih kecil dibandingkan beban

Pada gambar 3, dicontohkan KKKS berproduksi dan telah memperoleh pendapatan sebesar US$150,000,000.00 tetapi total bebannya sebesar US$189,000,000.00 sehingga KKKS mengalami kerugian sebesar US$39,000,000.00. Kerugian tersebut seluruhnya ditanggung oleh KKKS dan GOI tidak menanggung kerugian. Dengan kata lain, risiko bisnis berupa kerugian ditanggung sepenuhnya oleh KKKS dan negara tidak memiliki kewajiban bahkan tidak tidak diperbolehkan.

Selain menangung kerugian akibat kegiatan operasi tidak menguntungkan karena pendapatan kurang dari total biaya, KKKS juga menanggung keseluruhan biaya operasi jika pada suatu blok atau wilayah kerja (WK) tidak ditemukan sumber migas. Dengan kata lain, sumur yang dibor pada WK tersebut kering atau dry hole. Gambar 4 merupakan ilustrasi sederhana laporan keuangan KKKS yang tidak berproduksi karena sumur yang dibor kering atau dry hole.

Gambar 4

Ilustrasi sederhana perhitungan bagi hasil antara GOI dan KKKS terhadap sumur kering

Gambar 4 menjelaskan bahwa KKKS tidak memperoleh pendapatan dari kegiatan operasi mereka pada suatu blok dikarenakan kegiatan pencarian migas tidak berhasil atau sumur yang dibor kering. KKKS telah mengeluarkan biaya eksplorasi sebesar US$300,000,000.00 dan kesuluruhan ditanggung oleh KKKS. Dengan kata lain, KKKS menanggung kerugian sebesar US$300,000,000.00.

Ilustrasi diatas menjelaskan bahwa negara dapat melakukan cost recovery hanya untuk perusahaan yang telah memperoleh pendapatan. Untuk perusahaan yang memperoleh laba, laba dibagi berdasarkan proporsional ketentuan bagi hasil sedangkan untuk perusahaan yang belum memperoleh laba tetapi sudah memperoleh pendapatan, pendapatan digunakan untuk menutup biaya terlebih dahulu. Dengan kata lain, Negara akan memperoleh pendapatan jika KKKS telah meperoleh laba atau keuntungan. Akan tetapi untuk perusahaan yang melakukan kegiatan eksplorasi tetapi tidak menemukan sumber minyak atau kering, seluruh kerugian akan ditanggung oleh KKKS. Oleh karena itu, sistem bagi hasil dianggap lebih menguntungkan negara.

Ilustrasi diatas adalah ilustrasi berdasarkan angka pendapatan atau nilai uang karena lebih memudahkan untuk dipahami. Sedangkan pada kegiatan sebenarnya dapat berupa pembagian migasnya. Pembagian migasnya relatif sama dengan pembagian berdasarkan iluatrasi diatas. Namun, secara keseluruhan dimungkinkan ada formula lain dalam menghitung cost recovery dan pembagian hasil.

Merujuk pada sistem pembagian migas, maka kita mengenal sistem Domestic Market Obligation (DMO). DMO adalah kewajiban KKKS menyediakan jumlah tertentu dari bagiannya kepada Indonesia. Dengan kata lain, total sebesar 15% bukan jumlah yang dapat digunakan atau dikuasai sepenuhnya oleh KKKS. KKKS harus menyediakan (dalam bentuk oil) sebesar 25% dari bagiannya kepada Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia mendapatkan manfaat lebih dari sebesar 85% berdasarkan bagi hasil tetapi mendapatkan manfaat minyak sebesar 88,75%. Berikut ilustrasi hitungan sederhana pembagian minyak (gas) dengan skema pada gambar 1.

Gambar 5

Ilustrasi Sederhana Perhitungan Minyak yang didapat oleh Negara

Gambar 5 menunjukan bahwa pemerintah mendapatkan bagi hasil setelah pajak sebesar 85% dan KKKS sebesar 15%. Namun dengan ketentuan DMO, KKKS tidak dapat menguasai sebesar 25% dari pendapatan karena harus diberikan kepada negara, Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia pada dasarnya menguasai sebesar 88,75% dari bagi hasil.

Banyak persepsi di publik yang menyebutkan bahwa Indonesia hanya mendapat bagian sebesar 25% dari total minyak. Perlu pemahaman bahwa 25% itu adalah DMO yang diwajibkan kepada KKKS untuk diberikan kepada pemerintah sehingga Negara sebenarnya mendapat bagian negara + sebesar 25% dari bagian KKKS.

Semoga Allah melindungi dan mensejaterahkan kita semua!!!. Aamiin

Frenky Sasmito Suarto,S.E.

+62812 8605 1340

Mantan Staf Khusus Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Mantan Auditor Pemeriksaan Biaya KKKS Eksplorasi di SKK Migas

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun