Jakarta, Serikat Pekerja Indonesia Luar Negeri (SPILN) menanggapi perihal komitmen Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dalam menuntaskan perkara 203 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sektor Pelaut Perikanan atau sering di kenal dengan sebutan Anak Buah Kapal (ABK) yang belum dibayar gajinya dan telah menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di perairan Trinidad and Tobago Kepulauan Karibia pada 2012 silam, (7/5/15).
“Jika tidak menepati janjinya tidak usah menunggu dituntut mundur, mundur dengan sendirinya (mengundurkan diri) itu lebih baik, para ABK Trinidad and Tobago pantang mundur untuk berjuang demi mendapatkan gaji dan haknya meskipun perkaranya sudah lama sambil menunggu pejabat negara yang hebat untuk membantunya” Ujar Ketua Umum SPILN Imam Ghozali.
Saat itu Kepala BNP2TKI menyatakan, “Saya akan selesaikan masalah ini, dan bila saya nggak sanggup saya siap dituntut mundur dari Jabatan Kepala BNP2TKI” tegas Nusron Wahid saat turun dan menemui para ABK yang demo di depan BNP2TKI, Senin (8/12/14).
Untuk diketahui, 203 ABK tersebut diberangkatkan oleh PT. Karlwei Multi Global dan PT. Bahana Samudera Atlantik di Indonesia untuk dipekerjakan pada Perusahaan Taiwan PT. Kwo Jeng Trading., Co. Ltd. selama 2 sampai 3 tahun, para ABK dipekerjakan di Luar Negeri mereka belum menerima gaji dan haknya.
Para ABK juga saat ini sedang melakukan Judicial Review Pasal 26 ayat (2) huruf f dan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN), perihal Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) yang tidak memiliki fungsi perlindungan dan identitas di luar negeri namun diwajibkan bagi TKI yang akan ke luar negeri. Disamping menguji ketidakpastian lembaga yang berhak mengatur penempatan dan perlindungan TKI Pelaut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H