Jakarta, Mediasi pertama Senin (26/10), di ruang mediasi Crisis Center Badan Nasional Penempatan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) belum menemui titik temu, mediasi lanjutan (kedua) akan kembali digelar seminggu kedepan, di tempat yang sama.
Sambil menunggu notifikasi dari petugas BNP2TKI, mereka mencoba mencari tau tentang keabsahan dokumen mereka yang nanti bisa digunakan sebagai tambahan bukti. "Ya saya kirim surat ke Syahbandar Tanjung Priok, ingin tau dokumen buku pelaut kami asli atau tidak." Cletuk Purwanto, salah satu korban.
Untuk diketahui, mediasi tersebut merupakan sengketa antara 8 mantan anak buah kapal (ABK) dengan PT. Lakemba Perkasa Bahari (LPB) selaku pihak perusahaan perekrutnya. Berawal dari siksaan dan perlakuan tidak manusiawi (perbudakan modern) di laut/dipekerjakan overtime, hingga faktor kelayakan kapal dan menu makanan yang kurang higienis.
Akibat dari buruknya perlakuan kapten dan mandor di kapal, kedelapan pelaut tersebut memutuskan meminta dipulangkan sebelum menyelesaikan kontrak kerja yang disepakati selama dua (2) tahun. "Kami tak menyangka akan dipekerjakan layaknya budak di atas kapal ikan, tak hanya itu, tangan kapten dan mandor pun kerap menghampiri badan. Pukulan dan tendangan jadi sarapan tambahan kami," ujar Purwanto, lelaki asal Jepara, Jawa Tengah, saksi hidup kepada penulis.
Ironis, betapa tidak?!. Para korban dianggap melanggar kontrak kerja, meski mereka sudah diperbudak selama 13 bulan di kapal, gaji mereka tak semua bisa diterima. "Kami dianggap melanggar kontrak kerja, akibatnya, kami pulang ke Indonesia dengan biaya tiket pesawat dipotong dari gaji kami. Ketika kami tiba di Indonesia, di Bandara Soetta, kami tak dijemput oleh pihak PT. Untuk bisa sampai ke tempat perusahaan di Bekasi, kami jual Handphone kami untuk bayar taksi dari Bandara ke Bekasi." tambahnya.
Sialnya, begitu mereka sampai di perusahaan, rincian gaji selama mereka kerja (13 bulan), malah nombok. "13 bulan kami kerja malah punya hutang di perusahaan, katanya di potong tiket pesawat pulang, potong kasbon rokok dan lain-lain saat di kapal, uang simpanan dan jaminan hangus karena kami tak finis kerja 2 tahun sesuai kontrak. Sadis, kami malah punya hutang sebesar 400 hingga 450 dollar/orangnya," ungkapnya dengan nada sedih.
Purwanto dkk. berharap pihak Syahbandar tanjung priok segera memberikan surat keterangan yang mereka inginkan, surat tersebut nantinya akan menjadi lampiran tambahan bukti yang akan diserahkan kepada petugas di BNP2TKI. Selain ditujukan ke Syahbandar, surat tersebut pun ditembuskan ke Ketua Komisi IX DPR RI, Kapoksi Komisi IX DPR RI, Kemenko Maritim, Dirjen Hubls Kemhub, Kemnaker, Dit. PWNI BHI Kemlu, dan Deputi Perlindungan BNP2TKI. "Surat sudah kami berikan, hari Selasa (3/11) kami disuruh kembali ke Syahbandar. Semoga saja sudah ada jawaban agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya," pungkasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H