Mohon tunggu...
IMAM SYAFII
IMAM SYAFII Mohon Tunggu... Pelaut - Ketua Umum Asosiasi Pekerja Perikanan Indonesia (AP2I)

Kadang pengin nulis, kalau lagi senggang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

ABK WNI Bapane Sapa?

21 Desember 2015   06:29 Diperbarui: 21 Desember 2015   11:27 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi ABK WNI di kapal ikan luar negeri (Dok. SPILN)"][/caption]"Bagai mencari jarum dalam tumpukan jerami" peribahasa tersebut sangat pantas bagi anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja pada kapal-kapal asing penangkap ikan di perairan internasional. Selain kerap jadi budak di atas kapal, mereka juga mengalami kesulitan dalam melakukan penuntutan jika terjerat sengketa terkait ketenagakerjaan baik di negara/perairan mereka ditempatkan maupun setelah dipulangkan ke Indonesia.

Hal tersebut terjadi bukan hanya pada kasus perkasus, namun hampir menyeluruh sengketa ABK dengan pihak perusahaan mengalami kebuntuan dalam penyelesaian. Sungguh ironis ketika korban sudah mengadukan permasalahannya hampir ke semua instansi pemerintah, namun jawaban dan tindaklanjutnya terkesan setengah hati. Banyak ragam permasalahan ABK, diantaranya yang kerap terjadi adalah jam kerja yang overtime, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang sepihak, sistem penggajian yang mengandung unsur mengikat ABK, dan hingga gaji yang tidak dibayar serta penelantaran.

Peran perwakilan pemerintah di luar negeri yang kurang maksimal dalam melakukan pengawasan dan perlindungan, ditambah dengan tidak tentunya waktu sandar/kedarat para ABK membuat nasib ABK WNI di luar negeri bertambah lost control. Bercermin dari kasus 203 ABK WNI yang jadi korban penelantaran dan perdagangan orang pada 2012 silam, kasus 74 ABK WNI yang terlantar di Cape Town, Afrika, dan kasus-kasus lainnya seperti 5 ABK WNI yang meninggal akibat malnutrisi, itu seharusnya sudah menjadi sebuah tamparan keras bagi pemerintah terhadap kasus-kasus ABK. Namun sangat disayangkan sekali, bahwa hingga saat ini praktek dan kasus seperti hal tersebut diatas masih terjadi dan bahkan berulang.

Miris rasanya ketika ada korban yang mendapatkan perlakuan tidak manusiawi selama bekerja di luar negeri oleh atasan di atas kapal. Mereka disiksa, dipaksa kerja 18 hingga 20 jam sehari tanpa libur, sakit tetap harus kerja, minim obat-obatan, dan makan makanan yang tidak higienis. Mereka berontak dan minta pulang, ketika pulang gajinya tidak dibayar dan malah dianggap melanggar kontrak kerja. Apa harus diam jika diperlakukan seperti pemaparan diatas, maka kita harus tetap menunggu kontrak kerja selesai baru minta pulang?.

Derita ABK tiada akhir. Setelah pulang/dipulangkan, para ABK harus mendatangi instansi pemerintah untuk mengadu. Dimana kata negara hadir melindungi?, apa peran dari badan/lembaga pelindung bagi korban WNI yang kerja jadi TKI di luar negeri?. Faktanya korban seakan seperti bola pingpong yang dilempar sanasini, apakah memang akan terus seperti itu ?.

Sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (UU PPTKILN), hingga detik ini Kementrian Ketenagakerjaan belum menerbitkan aturan/regulasi tentang pekerja/buruh migran disektor laut/ABK. Kenapa?.

Munculnya Peraturan Kepala BNP2TKI Nomor 03 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Penempatan dan Perlindungan TKI Pelaut Perikanan Di Kapal Berbendera Asing dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 84 Tahun 2013 Tentang Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal juga belum/tidak terbukti keampuhannya dalam hal perlindungan terhadap ABK WNI di luar negeri.

Sekarang muncul lagi Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor 35 Tahun 2015 Tentang Sistem dan Sertifikasi HAM pada Usaha Perikanan. Semoga saja dengan adanya peraturan KKP tersebut bisa terus memperbaiki aspek peelindungan bagi ABK WNI di luar negeri.

Kenapa semua diam mengetahui jika ada perusahaan yang bersalah?, sudah jelas ada pemalsuan, ijin perusahaan tak sesuai UU PPTKILN, gaji ABK tidak dibayar, dan para ABK dijadikan budak di luar negeri. Mau sampai kapan sistem seperti ini akan terjadi dan tidak serius ditindak?.

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun