Mohon tunggu...
IMAM SYAFII
IMAM SYAFII Mohon Tunggu... Pelaut - Ketua Umum Asosiasi Pekerja Perikanan Indonesia (AP2I)

Kadang pengin nulis, kalau lagi senggang.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Tidak Punya Izin tapi Masih Bisa Kirim Pelaut ke Luar Negeri, Siapa Institusi yang Berwenang Melakukan Penindakan?

30 Mei 2024   00:36 Diperbarui: 30 Mei 2024   01:47 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berapa jumlah perusahaan di Indonesia yang melakukan kegiatan usaha perekrutan dan penempatan pelaut Indonesia, khususnya para pelaut kita yang kemudian dipekerjakan di atas kapal berbendera asing "selain berbendera Indonesia", baik di kapal barang, dll., "niaga" maupun di kapal penangkap ikan di luar negeri?

Jika mengacu pada data yang dipublikasi oleh Kementerian Perhubungan "Kemenhub" melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut "Ditjen Hubla" melalui laman dokumenpelaut.dephub.go.id, pertanggal 29 Mei 2024, diketahui jumlah badan usaha khusus perusahaan keagenan awak kapal yang terdaftar di Kemenhub dengan memiliki Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal "SIUPPAK" ada sebanyak 295 "dua ratus sembilan puluh lima" perusahaan.

Sementara, jika mengacu pada data publikasi dari Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia "BP2MI" melalui laman bp2mi.go.id, data Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia "P3MI" aktif per tanggal 30 April 2023, terdapat sebanyak 362 (tiga ratus enam puluh dua) perusahaan. P3MI itu sendiri merupakan perusahaan yang terdaftar atau berizin Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia "SIP3MI" di Kementerian Ketenagakerjaan "Kemnaker" dan untuk bisa melakukan perekrutan Pekerja Migran Indonesia "PMI", setiap P3MI harus memiliki Surat Izin Perekrutan Pekerja Migran Indonesia "SIP2MI" yang diterbitkan oleh BP2MI.

Akan tetapi dari 362 P3MI di atas, belum secara detail dibagi atau dipetakan ada berapa jumlah P3MI yang aktivitas usahanya khusus untuk perekrutan dan penempatan pelaut Indonesia di kapal asing di luar negeri, sebab mayoritas P3MI tersebut melakukan perekrutan dan penempatan untuk PMI pada umumnya "darat", meskipun memang ada beberapa P3MI yang juga job nya campur "darat dan laut".

Belakangan ini, ramai diberitakan di media-media elektronik, juga sosial media facebook, dll., mengenai penangkapan-penangkapan terhadap para pimpinan perusahaan perekrutan dan penempatan pelaut Indonesia yang bekerja di kapal asing di luar negeri oleh aparat penegak hukum, dalam hal ini pihak kepolisian, termasuk tidak sedikit yang tertangkap adalah pimpinan perusahaan yang berdomisili di wilayah Provinsi Jawa Tengah, dengan dakwaannya adalah dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia "UU PPMI" dan/atau juncto Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang "UU PTPPO".

Jujur saya pribadi, mengapresiasi tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah melalui aparat kepolisian tersebut. Tetapi kemudian atas kejadian itu, muncul beberapa pertanyaan dalam benak saya, yakni:

  • Kenapa yang didatangi oleh aparat kepolisian kala itu, mayoritas hanya perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki SIP3MI?
  • Bagaimana dengan perusahaan pemilik SIP3MI yang melakukan penempatan pelaut ke luar negeri, tetapi tidak memiliki atau mengurus SIP2MI? bukankah sanksi pidana dalam UU PPMI justru Ketika perusahaan tidak memiliki SIP2MI? dan Pasal itupun kalau tidak salah sudah terevisi oleh Perppu Ciptaker dari sanksi pidana menjadi sanksi administratif?
  • Kenapa perusahaan yang statusnya terbukti sudah dalam proses kepengurusan SIUPPAK, tetap ditangkap? Apakah tidak sebaiknya mereka mendapatkan pembinaan terlebih dahulu dan bila perlu dibantu berkoordinasi dengan Kemenhub agar SIUPPAKnya segera bisa terbit? Jika alasannya adalah selama izin belum terbit maka dilarang menempatkan, lalu bagaimana dengan adanya ketentuan dalam Pasal 45 ayat (1) PP 22/2022 yang merupakan salah satu aturan turunan dari UU PPMI, yang menyatakan bahwa "Perusahaan yang telah mengajukan Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal, sebelum Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, tetap diproses sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 84 Tahun 2013 tentang Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 120O) dan dapat melaksanakan Penempatan Awak Kapal Niaga Migran atau Awak Kapal Perikanan Migran." ?
  • Lalu bagaimana dengan perusahaan yang terbukti tidak memiliki SIUPPAK atau SIP3MI atau terbukti tidak dalam status mengurus izin tersebut, tapi bisa melakukan kegiatan perekrutan dan penempatan pelaut ke luar negeri, kenapa tidak dilakukan investigasi "penyelidikan" dengan dasar LK Model A sebagai upaya kepolisian untuk melakukan pendataan, pembinaan, pengawasan, dan penertiban atau penindakan, jika perlu?

Bahwa Praktik perekrutan dan penempatan pelaut Indonesia ke luar negeri yang dilakukan oleh perusahaan yang tidak memiliki SIUPPAK atau SIP3MI juga masih terjadi hingga detik ini, dan tidak perlu jauh-jauh sampai ke Jawa Tengah, dicoba saja dulu dilakukan investigasi di wilayah DKI Jakarta. Pasti masih ada. 

Jika prinsipnya ini soal penegakan tentang legalitas "perizinan", di luar konteks karena kasus kapal ikan yang sering viral di sosial media dan dilirik banyak media berita online, karena kasusnya kerap bersinggungan dengan isu pelanggaran hak asasi manusia, perbudakan dan TPPO. Di sub sektor pelaut kapal niaga juga banyak kasus kok, hanya saja memang kasusnya lebih kepada perselisihan hubungan industrial "perdata khusus", wanprestasi atau perbuatan melawan hukum "perdata umum", misalnya seperti gaji tidak sesuai dalam kontrak kerja, PHK sepihak tanpa pesangon, status hubungan kerja terus menerus kontrak tanpa pengangkatan menjadi karyawan tetap, tertangkap di luar negeri karena kapalnya membawa barang atau muatan tanpa surat yang lengkap, dan masih banyak lagi jenis kasus lainnya. 

Sekali lagi, jika ini prinsipnya untuk menegakkan atau mengimplementasikan UU PPMI beserta aturan turunannya, khususnya mengenai kepatuhan terhadap perizinan, harusnya proses penindakan dilakukan dengan tidak tebang pilih, mau itu perusahaan pemilik SIUPPAK atau perusahaan pemilik SIP3MI atau terlebih kepada perusahaan yang tidak memiliki izin, sehingga upaya tersebut benar-benar bisa dinilai sebagai upaya melaksanakan Undang-Undang, yang kemudian tidak membuat masyarakat beropini macam-macam, misalnya, "ini pesanan...", dll.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun