Mohon tunggu...
Fransiskus Sandyawan
Fransiskus Sandyawan Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah

Seorang guru dan juga seorang murid dengan prinsip -Aku tau karena aku tidak tahu-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

"Cybertheology", Gereja Berteologi di Era Digital

17 Maret 2024   13:47 Diperbarui: 17 Maret 2024   19:30 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

 "Refleksi dari cybertheology merupakan selalu pengetahuan reflektif yang dimulai dari pengalaman iman. Ini menjadi teologi dalam artian yaitu menanggapi rumusan dari iman yang mencari pemahaman atau pengertian (Fides Quarens Intellectum)."[7]   

 Dari pemahaman yang dia miliki, Antonio Spadaro menekankan bagaimana berteologi dengan logika web. Dengan kata lain, kita sebagai pengguna suatu web bukan sekadar memakai saja tetapi kita perlu berteologi dengan logika web. Dalam hal ini, logika dalam internet dapat menjadi acuan dalam logika teologi atau dengan kata lain melakukan komparasi atau perbandingan. Contoh dalam hal perbandingan yaitu bentuk relasi dalam internet yaitu horizontal dan tidak memiliki hierarki, sedangkan dalam Gereja sendiri itu memiliki hierarki. Oleh karena itu, dengan melakukan perbandingan ini, kita dapat melihat bahwa dunia digital ini dapat dipandang sebagai tempat anugerah (The Place of Gift) dalam berbagai istilah yang ada seperti file, software, hardware, dan social network. Contoh lain yaitu Ketika kita melakukan konversi dari bentuk word ke dalam bentuk PDF. Konversi itu sangat diperlukan agar data tersebut dapat terbaca atau terbuka. Dengan melakukan konversi data tersebut, maka kita dapat berkomunikasi dengan data yang kita butuhkan. Dengan demikian, konversi adalah penebusan dari ketidakmampuan untuk berkomunikasi (incommunicability).[8]

 Internet bukalan sekadar instumen sederhana tetapi sebuah lingkungan kultural yang menentukan gaya berpikir, menciptakan teritori-teritori baru dan bentuk-bentuk baru Pendidikan, berkontribusi terhadap pengartian cara yang baru dalam merangsang kecerdasan dan menguatkan relasi.[9] Oleh karena itu, internet bukanlah suatu ruang yang kosong melainkan ada penghuni yang disebut sebagai netizen yang memiliki aktivitas di dalam internet seperti mengunggah, mengunduh, mengirim pesan, pertemuan daring, dan sebagainya. Oleh karena itu, Antonio Spadaro berpendapat dengan mengutip Pompili yaitu bahwa internet bukan sebagai konteks yang anonim dan steril, melainkan memiliki sebuah yang terkualifikasi secara antropologis.[10] Dalam ruang virtual ini, evangelisasi bukan hanya dengan berbagi konten-konten religius di dalam platform facebook atau Instagram tetapi yang menjadi hal penting adalah kita sebagai individu menyediakan diri bagi orang lain. Dengan kata lain, dalam memberikan kesaksian iman itu adalah menghidupi hidup yang biasa dipupuk oleh iman kita dalam berbagai cara. Selain itu dalam memberikan kesaksian, kita perlu melihat hal-hal yang sesuai dengan Injil..

 Di era digital saat ini terlebih dengan hadirnya internet, Gereja dipanggil untuk mengambil bentuk yang paling sesuai dengan misi dan pemahamannya, selain itu juga sebagai tempat koneksi yang signifikan bagi setiap individu dengan menggunakan evangelisasi cara baru yaitu membangun relasi yang mendalam dalam persatuan. Dengan kata lain, Media-media itu semestinya digunakan Gereja tidak hanya menyebarluaskan warta, tetapi juga menjalin perjumpaan warta Injil dengan budaya-budaya baru.[11] 

[1] Hidup di Era Digital -- Gagasan Dasar dan Modul Katekese, (Yogyakarta, Kanisius 2015), Hlm 23.

[2] Mengenai tentang optik instumentalisasi dan optik perjumpaan ini, penulis sepenuhnya mengikuti uraian dari C.B Putranto "Rambahlah Benua Digital:Dorongan Pimpinan Gereja tentang Internet" tersedia dari https://komkat-kwi.org/2014/03/13/rambahlah-benua-digital-dorongan-pimpinan-gereja-tentang-internet/ diakses pada 10 Agustus 2021.

[3] Antonio Spadaro, Cybertheology: Thinking Christianity in the Era of the Internet (New York: Fordham University, 2014), hlm. 2.The Internet is a space for experience that is becoming an integral part of ever

[4] Antonio Spadaro, Friending God: Social Media, Spirituality, and Community, (New York: The Crossroad Publishing Company, 2016), hlm. 85-86.

[5] Hidup di Era Digital -- Gagasan Dasar dan Modul Katekese, (Yogyakarta, Kanisius 2015) Hlm. 5

[6] Antonio Spadaro, cybertheology: Thinking Christianity in the Era of the Internet, hlm. 16.

[7] Antonio Spadaro, Cybertheology: Thinking Christianity in the Era of the Internet, hlm 17. Cybertheology reflection is always a reflexive knowledge that starts from the experience of faith. This becomes theology in the snese that it responds to the formula fides quarens intellectum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun