"AYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAH!!!!"
Ada apa, sih, tumben sekali dia ini berteriak sekeras itu.
"Hey, ada apa? Tidak biasanya kau berteriak sekeras itu, Tarmin."
Sembari mengatur napasnya yang tersengal-sengal karena berlari seperti dikejar kematian, ia mulai menjelaskan apa penyebab ia sampai berteriak sekeras itu.
"Anu, Yah, lepas.. itu.. lepas, Yah, lepas. Gawat, Yah!" jawab Tarmin.
"Apa yang lepas? Ikan? Jaring? Tali yang mengikat perahu kita? Apa, Tarmin, apa?" aku berusaha mengorek informasi.
"Bukan, Yah, bukan. Sesuatu yang lebih besar. Kau harus memeriksanya sendiri. Kau harus melihatnya sendiri."
Perilaku Tarmin semakin aneh, padahal seingatku tidak ada satu pun buah kelapa yang jatuh di kepalanya saat ia tertidur di bawah pohon kelapa siang tadi.Â
Sembari menarik tanganku--dengan maksud membawa badanku yang memiliki bobot 120 kilogram ini--dengan sekuat tenaga, ia masih berusaha menjelaskan. Namun usahanya menarikku sia-sia. Ia terjatuh, terbaring sembari memegangi dadanya. Pastilah ia kelelahan setelah berlarian tadi, pikirku.
"Nih, kau minumlah dulu ini!" pintaku sembari menyodorkan air kelapa kepadanya.
Aku meninggalkan tubuhnya yang terbaring sembari meminum air kelapa itu dan menuju ke arah Tarmin datang. Tadi dia datang dari arah bibir pantai. Kalau tidak salah, beberapa waktu lalu aku menyuruhnya untuk mengecek apakah jaring yang telah kutebar ke seluruh penjuru telah terisi ikan atau belum. Betapa terkejutnya aku ketika sampai ke bibir pantai dan melihat apa yang terjadi di sana.