Dugong masih diburu hidup-hidup dan dagingnya dikonsumsi, padahal sudah dilindungi oleh Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Tau lamun, gak?
Dugong?
Hm. Saya pribadi, tahu lamun dan atau dugong itu sewaktu mengikuti mata kuliah biologi laut pas awal kuliah. Setelah itu saya juga akhirnya tahu bahwa seagrass dan seaweed adalah dua hal berbeda. Bersyukur rasanya bisa menulis artikel ini. Setidaknya, saya mencoba berbagi ilmu, biar kita sama-sama jadi tahu tentang lamun dan dugong serta peduli akan kelestariannya.
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki anugerah tiada tara dengan keanekaragaman hayati yang dimiliki, tidak hanya di darat, terlebih penting ialah di lautan. Satu diantara anugerah tersebut adalah ekosistem lamun. Ekosistem ini memang belum populer seperti ekosistem mangrove dan ekosistem terumbu karang. Padahal, ketiga ekosistem tersebut merupakan rangkaian ekosistem yang mampu menyeimbangkan kelestarian kehidupan di lautan.
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga yang tumbuh membentuk padang rumput ("padang lamun") di dasar perairan laut yang dangkal. Padang lamun berkontribusi sebagai penyerap dan penyimpan karbon, sehingga dapat mengurangi emisi gas rumah kaca penyebab perubahan iklim. Ekosistem lamun adalah satu sistem (organisasi) ekologi padang lamun yang di dalamnya terjadi hubungan timbal balik antara komponen abiotik (air dan sedimen) dan biotik (hewan dan tumbuhan). Fungsi lamun diantaranya ialah untuk menyaring limbah dan menjaga kualitas air laut, melindungi pantai dan area pesisir dari abrasi, serta yang terpenting ialah menjadi rumah dan tempat pengasuhan dan mencari makan bagi banyak biota laut, seperti Dugong.
Dugong (Dugong dugon) atau biasa dikenal dengan sebutan Duyung merupakan salah satu dari 35 jenis mamalia laut di Indonesia, dan merupakan satu-satunya satwa ordo Sirenia yang hidup pada habitat lamun. Makanan utama dugong adalah lamun. Dugong menggunakan padang lamun sebagai habitat untuk mencari makan (Marsh et. al., 1977; Lanyon et. al., 1989; Pren, 1993). Â Menurut hasil penelitian, lebih dari 90% isi perut dugong terdiri dari lamun. Sisanya adalah beberapa jenis algae (seaweed) (Marsh, 1982). Dugong lebih menyukai spesies lamun dengan kadar nitrogen yang tinggi (Lanyon, 1991), rendah serat dan berkalori tinggi (De Iongh, 1996).
Adanya dugong menandakan wilayah perairan tersebut subur. Ini dikarenakan dugong berperan dalam membantu siklus nutrien di alam, terutama saat ia mengaduk substrat ketika memakan lamun, begitu pula dengan hasil ekskresi yang dikeluarkannya. Pada kenyataannya, dugong masih diburu hidup-hidup dan dagingnya dikonsumsi, padahal sudah dilindungi oleh Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Kondisi seperti ini sangat mengenaskan. Betapa tidak, dugong juga termasuk sebagai salah satu hewan yang terancam punah.
Selain pengetahuan masyarakat yang masih minim, beberapa hal berikut menjadi pemicu sebab buruknya kondisi kehidupan dugong.
Lantas, cara apa yang bisa kita lakukan? Ada banyak!
Atau, bisa juga dengan beberapa poin berikut:
1. Pelajari dan sebarkan informasi tentang dugong dan lamun untuk meningkatkan kepedulian orang-orang di sekitar;