Sore ini aku sendirian.
Duduk manis di depan laptop sembari mengemut cokelat.Rasanya tentu saja  manis, seperti biasa,  seakan kesulitan hidup terlupakan setelah aku memakannya.Â
Cokelat ini kuberi untuk diriku sendiri.  Ini semacam reward.  Aku bilang begini pada diriku, " Hai, diri!. Terima kasih sudah melangkah sampai sejauh ini. Terima kasih sudah kuat. Sekarang, nikmatilah sekeping cokelat ini. Kau pantas mendapatkannya."
Narsis? Tentu saja tidak. Narsis tidak sama dengan mencintai diri sendiri. Bagiku, mencintai diri berarti penerimaan. Menerima diri apa adanya. Dengan demikian, aku ikhlas menjalani hidup.Â
Ngomong-ngomong, jari kelingking kiriku berwarna biru gelap. Tadi kucelupkan ke dalam tinta biru. Itu pertanda aku sudah memenuhi hakku sebagai warga negeri ini.Â
Kalau boleh jujur,sebenarnya agak apatis dengan event pilih-memilih ini. Malas dengan orang-orang yang mendadak bemulut manis, mengumbar janji-janji, lalu mengingkarinya.
Muak dengan orang-orang yang berubah menjadi arogan setelah mendapatkan yang diinginkan. Lupa daratan, persis seperti kacang lupa pada kulitnya.
Tetapi, hak adalah hak. Setidaknya, setitik harapan masih tersisa untuk masa depan bangsa ini. Doa yang terbaik untuk negeri.
Selamat Hari Kasih Sayang.
Selamat mengemban tugas untuk Sang Pemimpin Negeri yang Terpilih.