Mohon tunggu...
Frits Elwildo
Frits Elwildo Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

"E-Waste" dari Masalah Menjadi Peluang Kontribusi bagi Generasi Milenial dalam Industri 4.0

14 Mei 2019   10:30 Diperbarui: 14 Mei 2019   12:59 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konsep revolusi industri 4.0 merupakan konsep yang pertama kali diperkenalkan Prof. Klaus Schwab, ekonom Jerman, melalui bukunya "The Fourth Industrial Revolution". Revolusi industri adalah serangkaian perubahan besar di dunia Industri, mulai dari revolusi industri 1.0 yang menggunakan mesin uap dalam industri, hingga 4.0 yang menerapkan konsep kecerdasan buatan, pengontrolan cerdas dan mesin terintegrasi internet (networking). Fenomena tersebut mengubah cara kita hidup, bekerja, dan berhubungan dengan orang lain.

Disamping membawa manfaat dan pengembangan, terdapat ancaman dari perubahan yang dibawa oleh revolusi industri 4.0. Menurut Dirjen Pembinaan, Pelatihan, dan Produktivitas Kemenaker, sebanyak 57 persen pekerjaan akan tergantikan oleh robot dan lapangan pekerjaan akan berkurang sampai tahun 2030. Hal tersebut "memaksa" para armada kerja untuk memiliki kompetensi lebih tinggi untuk dapat bersaing dan menghindari PHK.

Gencarnya perkembangan teknologi di era revolusi industri 4.0 juga mempercepat perubahan alat elektronik yang kita gunakan, atau lazim disebut era disruptive technology. Contohnya saja pemakai smartphone dan internet, di Indonesia yang mencapai 92 juta pengguna di tahun 2019 dan terus berkembang. Fenomena tersebut tidak diiringi dengan pengolahan limbah elektronik yang baik, menghasilkan 60% e-waste tidak diolah dengan baik. E-waste adalah masalah besar yang saat ini Indonesia dan berbagai negara di dunia hadapi.

E-waste adalah limbah yang berasal dari alat elektronik bekas, rusak, maupun tidak digunakan. Bahan-bahan seperti logam, plastik, hingga bahan kimiawi beracun seringkali ditemukan pada bahan pembuatan barang elektronik. Sehingga, penanganan e-waste membutuhkan metode khusus agar tidak berbahaya bagi lingkungan. Indonesia sendiri, pada tahun 2016 menghasilkan 1.3 juta metrik ton e-waste selama satu tahun. Angka tersebut membawa Indonesia menjadi 10 negara penghasil e-waste terbanyak di dunia.     

Pada video ini, kami menyampaikan rekomendasi pengelolaan e-waste sebagai solusi menjawab permasalahan tersebut menggunakan potensi yang ada.

  1. Pengembangan sistem daur ulang e-waste Indonesia :
    1. Pemilahan dan pengelompokan. Sampah e-waste dipilah berdasarkan jenisnya, seperti handphone, televisi, kulkas, dan barang elektronik lainnya. Pemisahan lebih lanjut dapat dibedakan sesuai tipe/mereknya. Proses tersebut memudahkan pengolahan tahap selanjutnya, yaitu
    2. Pelajari desain atau reverse engineering. Walaupun sudah rusak, namun rancangan teknologi yang berada di e-waste tetap ada. Contohnya dari rangkaian elektrik atau PCB yang terpasang, dapat dipelajari dan dijadikan bahan penelitian teknologi dalam negeri.
    3. Pembongkaran/disassemble. E-waste tidak dapat dilenyapkan begitu saja dengan insinerasi atau proses mekanik, berbahaya bagi lingkungan. Tetapi, beberapa komponen-komponen dan material penyusun alat elektronik tersebut perlu dipisah satu-persatu dan mendapat perlakuan masing-masing. Komponen yang masih bersifat baik juga dapat digunakan kembali atau didaur ulang.
    4. Pengolahan kimia, bagi bahan bersifat kimia yang membutuhkan penanganan khusus.
    5. Ekstraksi substraksi, dari komponen yang bisa digunakan kembali.
    6. Dijual kembali ke pasar untuk menjadi komponen elektronik baru.
  2. Pemerintah sebagai payung hukum legal juga berandil dalam pengolahan e-waste, antara lain :
    1. Mencanangkan pemilahan sampah e-waste kepada masyarakat,
    2. Mengalokasikan alur hasil pengolahan "daur ulang" e-waste, serta
    3. Memonitor keberlangsungan kondisi e-waste di Indonesia dan industri pengolahannya.

Dengan banyaknya penduduk Indonesia dan melimpahnya e-waste yang ada, pengolahan e-waste menjadi penting untuk dikelola. Dengan mengolahnya, kita dapat mengubah masalah nasional menjadi suatu sumber pemasukkan sekaligus menjawab masalah persampahan tersebut. Hingga saat ini, belum ada industri otomasi pengolahan limbah elektronik. Hal tersebut dapat menjadi peluang mahasiswa ITB untuk berkiprah, sekaligus membuka lapangan pekerjaan baru di Indonesia.

Sumber Pustaka

Anonim (?). E-waste is the Toxic Legacy of our Digital Age. Diakses pada 11 Mei 2019. https://ifixit.org/ewaste

Tim Databoks (Agustus 2016). Pengguna Smartphone di Indonesia 2016-2019. Diakses pada 10 Mei 2019. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/08/08/pengguna-smartphone-di-indonesia-2016-2019

Kompas (2018). Apindo: Revolusi Industri 4.0 Bisa Mengancam Tenaga Kerja Lokal. Diakses 13 Mei 2019.https://ekonomi.kompas.com/read/2018/04/24/080000826/apindo--revolusi-industri-4.0-bisa-mengancam-tenaga-kerja-lokal

Link Publikasi Video : https://www.youtube.com/watch?v=e1XCw9UNt30&feature=youtu.be

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun