Mohon tunggu...
Friska Siallagan
Friska Siallagan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Sedang Dalam Pengembangan Potensi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Diamnya Pemimpinku

12 Mei 2012   20:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:23 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Briefing! Briefing!"

Seluruh anak-anak segera berkumpul. Aku segera mengambil posisi berdiri paling belakang dan bersandar pada sebuah mesin. Kuperhatikan setiap ekspresi teman-temanku. Semua tampaknya penuh dengan rasa ingin tahu. Aku diam menunggu apa yang akan terjadi.

“Mulai hari ini Susan jadi Leader kalian.Walaupun kalian sebaya, kalian harus tetap menghormatinya dan memperlakukannya seperti kalian memperlakukan leader kalian yang dahulu. Mengerti?” Kak Rina langsung to the point.

“Mengerti, Kak!”

“Oke, sekarang Susan kasih sepatah dua kata untuk anggota-anggota barumu.” Perintah kak Rina kepada Susan. Susan manggut-manggut dan dia segera angkat bicara.

“Pagi!”

“Pagi juga!” balas kami.

“Ehm gimana ya, mulai hari ini saya memohon kerja samanya kepada teman-teman semua ya. Saya sebenarnya masih baru dan belum kenal dengan kalian semua. Tapi saya tahu, kalian adalah teman-teman yang baik yang di kemudian hari akan mau membantu saya dalam pekerjaan ini. Bla, bla, bla!”

Kumelihat semua sangat perhatian dengan apa yang dikatakan leader baru ini. Seakan-akan mereka ingin mencari sepotong atau sebuah kesalahan di setiap kata yang keluar dari mulut Kak Susan. Ya, aku selalu tahu kalau seorang pemimpin itu pasti kebanyakan dibenci oleh anak buahnya. Terlebih lagi pemimpin yang baru, yang notabene diangkat adalah rekan kerja kita, yang umurnyasebaya dengan kita. Setidaknya Leader yang satu ini beda 6 tahun dariku, jadi aku tidak merasa iri seperti yang dialami rekan kerjaku yang lain. Aku semakin bersandar pada mesin, hingga mesin itu bergeser dan berdecit. Perhatian beralih kepadaku. Aku segera berdiri tegak dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Mereka menatapku sepersekian menit, lalu kembali mendengarkan leader baru itu berkomat-kamit.

Leader baru, ternyata dia pendiam dan suka berkesendirian. Tapi diajak ngobrol asyik juga. Dia seorang pendengar yang baik dan juga bijaksana kalau angkat bicara. Dia diam saja kalau kami melakukan kesalahan, hanya menatap dengan mulut terkunci. Tapi kalau pagi datang, di setiap briefing pasti dia menceritakan semua kesalahan kami, sekalian dengan bumbu-bumbu pedasnya cukup membuat wajah menjadi merah. Terkadang dia merasa gerah dengan kesendirian. Dia turut membantu kegiatan produksi kami. Kami bernyanyi, berseloroh, mengejek satu sama lain. Ternyata kalau dia bercanda, dia akan merubah suaranya yang rendah menjadi suara yang cempreng dan sengau. Dia sering mengatakan, “ I am shock, I am shock!” Kami cukup memakluminya dan tidak pernah mengejek suaranya.

Kediamannya dan kesendiriannya lama-lama membuat kami para anggotanya menjadi sesuka hati. Tidak lagi memperdulikan peraturan kerja, kerja seenaknya saja. Setiap kata yang keluar dari mulut Leader saat briefing menjadi hal yang akan ditertawakan di area kerja. Suasana semakin memanas ketika beberapa anak baru datang. Anak baru tersebut lebih memilih menaati perintah anggota senior daripada ucapan sang leader yang notabene hanya berbicara pelan dengan tatapan mata yang dingin. Aku memperhatikan sang leader semakin diam dan semakin sendiri. Sementara para anggotanya semakin tidak disiplin dan juga mengata-ngatai sang leader di belakang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun