Barangkali aku malu mengakui bahwa aku sudah kalah, ya aku tau aku sudah kalah telak dalam pertarungan ini. Sebuah pertempuran yang aku ciptakan sendiri di dalam dunia kecilku ini. Sungguh memang berat dan rasanya tak sanggup aku melawan takdir, tak bisa aku berbohong lagi pada diri ini.
Nyatanya garis nasib tak bisa dirombak sembarangan apalagi oleh tangan yang bahkan tak kuat menggenggam angan.
Aku telah terkecoh, bertarung habis habisan untuk meraih kemenangan hingga garis finish. Kemenangan yang ku lukis dengan standar apa kata orang. Langkah kaki ku hanya kecil kecil saja, begitu letih dan lamban, terseok-seok bagaikan seekor siput yang mencintai seni keindahan pergerakan yang teramat pelan.
Tapi aku tak bisa mundur, biar saja aku telan semua rasa pahit ini. Toh aku sudah kepalang basah kecebur. Kan kucoba nikmati hinaan dan ejekkan dunia yang menertawai kebodohan ku, yang memandang ku rendah bak seorang badut. Walah aku tau aku telah kalah, biarlah aku kalah. Dan meskipun terbukti kan berakhir sia-sia, biarlah tak mengapa jika begitu memang adanya. Setidaknya aku telah sedikit merdeka, bukankah aku kali ini telah memilih jalan panjang terjal demi menuruti kata hatiku?...
Kali ini aku kalah tapi kalah dalam kemenangan. Sungguh ironis memang, tak dapat kugapai apa yg ku impikan tapi kau pun telah menyaksikan, sedetik pun tak ku khianati keyakinan ku atas diri sendiri. Walau nanti pada akhirnya, di ujung dari yang paling ujung aku harus rela berakhir sebagai pecundang tapi setidaknya aku telah berani memilih jalan yang aku mau, menjadi aku, hidup sebagai aku dan mengakhiri semuanya sebagai diriku...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H