Tidak ada kelanjutan dari pengusutan Menteri yang memerintahkan dana kickback dan sidang mengalir menjadi tak tentu arah. Yang jelas ada kesan KPK memaksa dan menargetkan JW untuk jadi pesakitan. KPK akhirnya berusaha mencari-cari kesalahan JW di tempat lain. Penggunaan dana DOM untuk kepentingan pribadi Menteri Jero Wacik akhirnya yang jadi topic hangat dan pintu masuk untuk menjadikannya tahanan. Menteri potong rambut, pijat refleksi, atau membeli karangan bunga ucapan duka cita dianggap sebagai pelanggaran serius karena menggunakan dana DOM.
Bahkan jaksa KPK memelintir tuduhan yang dilakukan Jero Wacik sudah dimulai sejak tahun 2008 di KemenBudPar sampai 2014 di kementerian ESDM. KPK secara licik menggiring opini masyarakat, Jero Wacik memang sudah melakukan korupsi sejak tahun 2008 dengan menggunakan uang Negara untuk potong rambut, pijat refleksi atau beli karangan bunga. KPK berusaha meyakinkan masyarakat dan hakim pengadilan, tetapi tidak mau mengakui bahwa KPK telah salah menetapkan Jero Wacik sebagai tersangka karena melanggar pasal 12 huruf e UU Tipikor. Jika saja KPK mengenal SP3, sudah seharusnya surat itu dikeluarkan ketika tidak ditemukan bukti yang cukup.
Tapi KPK ndableg, kalau meniru istilah Jawa. KPK bahkan tidak malu mengajukan memori banding dan kasasi dengan mengindahlkan semua bukti-bukti persidangan. Pernyataan saksi dan bukti-bukti pengdilan hanya dianggap sinetron. Bahkan Yusuf kalla, Wakil Presiden yang dijabat dalam 2 periode dengan presiden yang berbeda, dianggap artis sekelas Raffi Ahmad. Pernyataannya yang menyebutkan dana DOM adalah diskresi Menteri dan harus mengacu pada Permenkeu yang baru dianggap tidak berguna.
Dalam pertemuan dengan sahabat JW yang mengunjungi di tempat tahanan Cipinang, JW mengatakan jika KPK tetap mendakwa dengan tuduhan ngawur dan berdasarkan bukti-bukti yang tidak sah, JW siap mati melawan ketidak adilan dan untuk menegakkan kebenaran.
Masyarakat kini dihadapkan pada 2 fakta, antara tuduhan KPK dan jaksa KPK dengan hasil siding Tipikor dan keterangan saksi yang menguatkan pernyataan Jero wacik, bahwa dia tidak pernah melakukan pemerasan seperti apa yang dituduhkan pasal 12 huruf e. Juga tidak pernah melakukan nkorusi dana DOM karena sesuai dengan aturan dan penggunaannya. Apalagi Menteri hanya Pengguna anggaran, Yang seharusnya bertanggungjawab adalah Kuasa pengguna anggaran dalam hal ini Sekjen. Kalaupun terjadi kesalahan administrasi dari Sekjen atau KPA, tiudak selayaknya kesalahan administrasi diganjar dengan hukuman penjara.
Tinggal Hakim Mahkamah Agung saja yang dapat meniulai, apakah sudah sepadan jewro Wacik dituntut untuk hal yang tidak dilakukannya. Menyinggung putusan yang biasa diambil oleh Hakim Mahkamah Agung, Artijo Alkostar selalu berdasar pada Sunatulloh, professional dan hati nurani, mudah2an ke tiga unsur itu benar-benar diterapkan dalam memutus perkara kasasi JW. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H