Mohon tunggu...
Frisch Young Monoarfa
Frisch Young Monoarfa Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger

Suami, ayah dua anak, pemerhati masalah sosial

Selanjutnya

Tutup

Politik

Putusan Hakim PT Kuatkan Jero Wacik untuk Buktikan Tidak Bersalah

28 Juni 2016   13:51 Diperbarui: 28 Juni 2016   20:30 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
cover buku Jero Wacik dokumentasi frisch

Setelah menunggu lebih dari 3 bulan proses banding yang diajukan JPU, Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta tetap memvonis Jero Wacik 4 tahun penjara, denda RP 150jt dan memberikan uang pengganti sekitar RP 5 miliar. Keputusan Hakim PT yang tidak menambah berat hukuman Jero Wacik memunculkan pendapat, JPU tidak cukup punya bukti untuk menambah hukuman Jero Wacik atau masih terbukanya kesempatan Jero Wacik untuk membela diri karena benar-benar tidak bersalah.

Dalam sebuah percakapan di media sosial, seseorang menuliskan kasus serupa Jero Wacik yang menimpa AHOK, Gubernur DKI. Saat ini gencar AHOK dituduh banyak orang, mulai dari DPR hingga LSM melakukan korupsi sumber waras Rp 191m. Di statusnya, salah seorang warga menulis; Apakah AHOK korupsi? Mari kita pakai akal sehat kita, berapa triliun uang yang dipakai membangun rusunawa? Berapa triliun untuk membantu siswa lewat KJP? Berapa triliun yang disubsidi untuk membayar gaji PPSU?.... Kalau Koh AHOK ingin korupsi dengan mudahnya ia bermain dengan uang triliunan itu, terus kamu berpikir Koh AHOK tergiur dengan uang 191m yang kamu tuduhkan.  Otakmu melorot kemana? (Ali Valentino).

Kalau saya membandingkan keadaan Jero Wacik dan AHOK seperti tak jauh berbeda, hanya saja Pimpinan KPK saat itu berbeda dalam cara pandangnya dengan Pimpinan KPK saat ini. Jero Wacik memiliki kesempatan yang sangat mudah jika menginginkan korupsi  baik ketika menjabat sebagai MenBudPar atauMenteri ESDM. Terlebih di kementerian ESDM yang sarat dengan nilai proyek puluh hingga ratusan triliun. 

Contohlah renegosiasi harga gas Tangguh dengan pihak China yang naik dari $3.3 per mmbtu menjadi $8 permmbtu mulai Juli 2014 dan akan terus naik menjadi $13 permmbtu tahun 2017. Nilai kesepakatan itu menghasilkan pendapatan Negara sebesar Rp12.5 triliun/tahun dengan kontrak selama 4 tahun yang diperpanjang secara berkala. Atau pembangunan pembangkit listrik selama 3 tahun yang membangun lebih dari 6000megawatt di seluruh Indonesia. Bayangkan berapa biaya dari  proyek yang diperlukan untuk membangun pembangkit listrik sebesar itu?

JIka saja kita mau pakai akal sehat, sama seperti pertanyaan kepada Gubernur AHOK, tergiurkah Jero Wacik dengan penggunaan uang DOM yang nilainya hanya Rp 19 Miliar? Mengapa KPK dan JPU tidak mau melihat secara transparan dan memakai nurani, sehingga timbul kesan hanya ingin menjebloskan seseorang tanpa melihat fakta yang lebih luas.

Apakah mungkin jika seseorang yang memiliki kesempatan untuk memperkaya diri dengan nilai proyek yang nilainya triliunan rupiah dituduh menggerogoti uang Negara yang sebenarnya sudah menjadi Hak? Penggunaan dana DOM adalah hak setiap menteri dan digunakan sesuai dengan diskresi Menteri. Mengapa Pimpinan KPK saat itu dan JPU tidak menggunakan kewenangannya secara benar dan melihat kasus Jero Wacik adalah sebagai kesalahan administrasi yang tidak perlu dipidanakan?

Keputusan Hakim Pengadilan Tinggi yang tidak menambah berat hukuman Jero Wacik menunjukkan masih besar peluang Jero Wacik untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar tidak bersalah. Sesungguhnya jika saja mau dianalisa lebih dalam dan jernih, tuduhan pasal 12 E tentang pemerasan sebagai awal tuduhan terhadap Jero Wacik, Hakim PT Jakarta harus menggugurkannya karena secara absolut waktu dan pelaksanaan tindakan itu terjadi jauh sebelum Jero Wacik menjabat sebagai Menteri ESDM. 

Sesuai dengan pengakuan para saksi yang diajukan JPU, penarikan dana kick back dari para rekanan dan penerbitan rekening guna menampung dana itu terjadi tahun 2010 sebelum Jero Wacik menjadi Menteri ESDM. JIka benar pengakuan Wayono Karyo sebagai Sekjen, bahwa Menterilah yang memerintahkan penarikan dana itu, harusnya diteliti kembali siapakah Menteri ESDM tahun 2010 itu, bukan malah menyasar Jero Wacik yang baru menjabat tahun 2011. Pasal 12 E yang dituduhkan kepada Jero Wacik adalah malapetaka yang salah sasaran sehingga Pimpinan KPK secara membabi buta harus menerbitkan sprindik baru 5 bulan setelah Jero Wacik ditetapkan sebagi tersangka hanya untuk menargetkan Jero Wacik harus masuk penjara.

Mari kita pakai akal sehat kita, Jika Jero Wacik punya kesempatan untuk korupsi dengan nilai proyek triliunan disekitarnya, masihkah Jero Wacik tergiur untuk mengkorupsi dana DOM yang nilainya hanya miliaran rupiah? Masihkah kita terus berupaya memojokkan Jero Wacik untuk mengakui bahwa ia hidup berfoya-foya menggunakan uang DOM dan menilep uang yang nilainya berkisar 50 sampai 200 juta setiap bulan?

Otak kita melorot kemana?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun