Pandemi Covid-19 berdampak besar pada ketahanan keluarga Indonesia. Semakin besar resiliensi yang dimiliki sebuah keluarga, maka semakin baik kemampuannya dalam menghadapi pandemi dan perubahan pasca pandemi. Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) telah berdampak pada banyak aspek kehidupan, antara lain: Aspek Sosial, Ekonomi dan Kesehatan.Â
Di bidang kesehatan, khususnya di bidang kesehatan reproduksi, dampaknya ialah terganggunya penyediaan obat esensial dan alat kontrasepsi, serta terbatasnya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan reproduksi. Adanya gangguan tersebut dapat meningkatkan angka unmet need kontrasepsi, kehamilan yang tidak diinginkan serta angka kematian ibu dan bayi.
Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) adalah penyakit yang sedang mewabah hampir di seluruh dunia saat ini, dengan nama virus Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-COV2). Pada ibu usia reproduksi ini tentunya menjadi perhatian khusus sebagai dampak adanya pandemi ini, terdapat angka drop-out yang meningkat dan supply kontrasepsi  yang mengalami penurunan yang signifikan.Â
UNFPA beserta partner melakukan riset di negara-negara berpendapatan rendah dan sedang yang salah satunya mengestimasi dampak COVID-19 terhadap jumlah kehamilan apabila lockdown dilaksanakan selama 3, 6, 9, dan 12 bulan pada tingkat terganggunya layanan kesehatan rendah sampai tinggi.Â
Salah satu prediksi dari riset tersebut adalah apabila lockdown dilaksanakan selama 6 bulan dengan tingkat terganggunya layanan yang tinggi maka akan menyebabkan 47 juta wanita tidak dapat mengakses kontrasepsi modern dan terjadi penambahan 7 juta kelahiran yang tidak diinginkan.Â
Berkenaan dengan hasil tersebut, maka negara-negara berkembang harus mulai mengantisipasi adanya baby boom, termasuk Indonesia.
Baby boom adalah ledakan angka kelahiran bayi. Isitilah tersebut biasanya menjelaskan tentang adanya peningkatan jumlah kelahiran bayi dalam waktu yang singkat. Potensi baby boom ini memang perlu diperhatikan di Indonesia dan diprediksi dapat terjadi setelah pandemi COVID-19.
Hal ini dapat terjadi karena selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), sebagian besar penduduk tinggal di rumah yang berpotensi mempengaÂruhi situasi kependudukan, khususnya tingkat fertilitas, melalui dua cara. Pertama, kemungkinan meningkatnya frekuensi hubungan seksual antara suami dan istri. Kedua, berkurangnya akses pelayanan kesehatan terutama dalam mendapatkan alat kontrasepsi yang disebabkan oleh penduduk tidak boleh keluar rumah.
BKKBN menyampaikan bahwa adanya penurunan penggunaan kontrasepsi sebesar 10 persen dari bulan Maret sampai April atau sekitar 2 sampai 3 juta orang yang tidak pakai kontrasepsi. Apabila 15 persen diantaranya kemudian hamil, maka dapat diprediksi bahwa akan ada tambahan sebesar 300.000 sampai dengan 450.000 kelahiran bayi. Munculnya kasus Baby Boom selama pandemi Covid-19 di Indonesia akan membawa dampak yang serius dan perlu penanganan yang intens.Â
Dampak yang akan terjadi mulai dari meningkatnya resiko kematian ibu dan anak, malnutrisi pada ibu hamil dan janin, bayi rawan terlahir prematur dan rasa tidak bertanggung jawab dari orang tua karena anak tidak diinginkan kelahirannya. Dampak tersebut secara langsung akan menciptakan permasalahan baru di Indonesia, seperti meningkatnya angka kemiskinan karena pertumbuhan penduduk.
Tingkat fertilitas tinggi diakui dapat berdampak terhadap berbagai bidang pembangunan. Tentunya dengan jumlah penduduk semakin meningkat, dapat berdampak pada berbagai kebutuhan antara lain: lahan, air, udara bersih, lingkungan bersih, makanan, dan tempat pembuangan sampah. Oleh karena itu, pemerintah perlu berupaya untuk mengurangi laju pertumbuhan penduduk, yang salah satunya melalui program KB.