Mohon tunggu...
Friedrich Rabin Situmorang
Friedrich Rabin Situmorang Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Umum

Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Hang Tuah Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Asuransi Profesi Dokter: Manfaat, Realita dan Tantangan

7 November 2024   20:48 Diperbarui: 7 November 2024   21:04 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : lopriore.com

Pelayanan kesehatan merupakan segala usaha yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu sarana pelayanan kesehatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat. Tenaga medis berwenang menjalankan pelayanan kesehatan, namun harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional. Demikian pula dokter yang terikat pada sumpahnya, yaitu melaksanakan tugas mulianya dengan baik dan benar serta tidak melakukan tindakan yang merugikan atau menyakiti pasien (primum non nocere) dan berusaha sedapat mungkin menyembuhkan pasien.

Dalam menjalankan profesinya, dokter dapat menghadapi persoalan hukum akibat kelalaian atau kesalahan saat melakukan pelayanan kesehatan. Bahkan dalam kasus yang parah, kelalaian atau kesalahan yang dilakukan dokter dapat berakibat fatal pada pasien, seperti cacat permanen maupun kematian. Pasien dan keluarganya yang kecewa dan merasa dirugikan atas proses maupun hasil akhir dari pelayanan kesehatan mungkin melakukan pengaduan bahkan mengajukan gugatan ganti rugi kepada dokter yang merawatnya.

Seorang dokter harus bertanggung jawab ketika digugat oleh pasiennya karena lalai atau salah dalam menjalankan kewajibannya yang mana tidak sesuai dengan standar profesi dan melanggar hak-hak pasien. Dalam hal tanggung jawab perdata, maka hubungan hukum yang terjadi antara dokter dengan pasien dalam memberikan pelayanan kesehatan akan terkait dengan hukum perikatan yang lahir karena perjanjian atau karena undang-undang. Untuk meringankan tanggung jawab dokter berkaitan dengan risiko yang terjadi, dokter dapat melakukan pengalihan risiko dengan melakukan perjanjian asuransi. Asuransi menawarkan manfaat perlindungan terhadap berbagai masalah yang mungkin terjadi di masa depan tergantung dari kebutuhan nasabahnya. Walaupun umumnya memberi manfaat berupa ganti rugi terkait kerugian finansial yang dihadapi, namun ada pula asuransi yang memberi proteksi terhadap gugatan hukum dari pihak ketiga. Manfaat tersebut didapatkan dengan mengajukan produk berupa asuransi tanggung gugat profesi.

Asuransi tanggung gugat (liability insurance) merupakan suatu instrumen asuransi dengan manfaat memberi jaminan proteksi terhadap nasabah pada risiko yang mungkin muncul akibat tuntutan pihak ketiga ke ranah pengadilan. Asuransi ini secara khusus diperuntukkan bagi orang atau pihak yang memiliki risiko tinggi mendapatkan gugatan hukum dari pihak ketiga atau pihak lain akibat kelalaian atau kesalahan yang dilakukannya saat bekerja. Kesalahan yang membuat seorang dokter rawan untuk digugat membuat asuransi tanggung gugat profesi amat diperlukan. Asuransi ini diadakan untuk memberi perlindungan kepada profesi dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi spesialis, karena kerugian yang dialami oleh pasien dalam proses pemberian layanan medis. Contoh manfaat jaminan dari asuransi ini di antaranya : pendampingan sejak dini oleh tim medikolegal, pembelaan hukum dugaan malapraktik dan kelalaian medik, ganti rugi gugatan pasien, biaya proses penyelesaian gugatan, peningkatan kesadaran hukum, etik dan good practice profesi.

Terdapat tiga pihak dalam perjanjian asuransi ini : pihak yang membeli polis (tertanggung) yaitu dokter, pihak yang menjual polis (penanggung) yaitu perusahaan asuransi, dan pihak yang dirugikan oleh tertanggung yaitu pasien (korban). Tertanggung (tergugat) adalah pihak yang menghadapi tuntutan dari pasien yang dirugikan dalam rangkaian proses pelayanan medis, sedangkan penanggung sendiri tidak memiliki hubungan kontraktual secara langsung dengan korban. Dokter dapat mengalihkan segala risiko atas timbulnya gugatan pasien terhadap dirinya kepada perusahaan asuransi dengan membayar sejumlah premi. Apabila dokter dinyatakan bersalah oleh hakim dan mempunyai keputusan tetap (inkracht), serta telah memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum dalam polis asuransi tanggung gugat profesi, maka pihak penanggung akan membayarkan biaya ganti rugi kepada pihak korban. Cakupan pertanggungan dibatasi pada perbuatan melanggar hukum yang mengandung unsur kelalaian. Jika perbuatan tersebut dilakukan secara sengaja, penanggung tak berkewajiban mengganti kerugian yang timbul.

Permasalahan pada saat ini adalah dasar hukum yang mengatur pelaksanaan asuransi tanggung gugat profesi dokter di Indonesia. Hingga saat ini belum ada regulasi yang jelas dan tegas mengatur kewajiban dokter yang berpraktik untuk memiliki asuransi tanggung gugat profesi. Regulasi di Indonesia yang menyebutkannya hanyalah Permenkes 755/MENKES/PER/IV/2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit. Dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa staf medis yang akan melakukan pelayanan medis di rumah sakit harus memiliki kewenangan klinis yang diberikan oleh rumah sakit dengan melibatkan komite medik. Salah satu kriteria untuk mendapatkan rekomendasi kewenangan klinis adalah kepemilikan asuransi proteksi profesi.

Permasalahan lainnya adalah perbedaan penentuan besaran premi asuransi tanggung gugat profesi dokter di Indonesia dibandingkan negara lain. Penentuan besaran premi cukup kompleks karena bergantung pada akurasi data statistik yang lengkap dan meliputi sebaran geografis yang luas. Di Amerika Serikat faktor-faktor yang mempengaruhi besaran preminya antara lain: lokasi praktik dokter, spesialisasi kedokteran, riwayat klaim dan kerugian dokter, perusahaan asuransi dan kompetisi antar perusahaan asuransi, batas pertanggungan, dan jenis perlindungan. Sementara itu di Indonesia besaran preminya dikelompokkan hanya berdasarkan jenis spesialisasinya. Calon tertanggung dapat memilih premi dan nilai maksimum pertanggungan yang dikehendakinya. Dari perbedaan ini terlihat bahwa penentuan besaran premi di Indonesia masih belum layak dan adil, sehingga belum meningkatkan minat dokter-dokter Indonesia untuk mengakses produk asuransi ini. 

Perlu adanya usaha dari pemerintah untuk membuat payung hukum yang mewajibkan dokter untuk memiliki asuransi tanggung gugat profesi demi melindungi dokter dari gugatan pasien dan keluarganya. Juga penting bagi lembaga perasuransian untuk mengumpulkan data statistik yang lengkap secara berkala mengenai frekuensi gugatan malapraktik medis, spesialisasi yang sering menghadapi gugatan hukum dari pasien, jam kerja dokter dalam periode pertanggungan, serta nominal ganti rugi yang berhasil diberikan kepada korban. Hal ini berfungsi sebagai bahan pertimbangan penetapan premi asuransi yang layak dan adil serta sesuai dengan paparan risiko setiap spesialisasi. Kelayakan nilai premi menjadi hal yang penting agar asuransi ini dapat diakses oleh seluruh dokter dan terjangkau untuk seluruh spesialisasi praktik kedokteran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun