By Agus Helly
Hari ini, 1 July 2012, saya bersama teman-
teman mengunjungi dua panti asuhan dan
satu panti jompo. Lokasinya di Denpasar
dan Gianyar, Bali. Bukan sesuatu yang luar
biasa sebenarnya, tetapi menarik saya
untuk menceritakannya karena salah
satunya adalah panti asuhan anak-anak
“luar biasa” yaitu khusus anak-anak bisu,
tuli, dan keterbelakangan mental yang
memerlukan penanganan khusus.
Kemarin Ci Linda, yang memimpin team
kami, sudah pesan ke saya untuk
menyiapkan beberapa games untuk
bermain dengan anak-anak. Saya hampir
tidak mau ikut, karena teman-teman yang
biasa satu team dalam games dengan
saya, pergi keluar kota semua. Selain itu
saya baru saja pulang dari luar kota. Saya
pengen malas-malasan di kamar saja.
Tetapi hati kecil saya bilang, "Lah, kalo gak
ada yang mau berangkat, siapa yang nanti
membawakan games di sana?"
Lama saya berpikir. Akhirnya saya
putuskan berangkat sendiri, dengan
peralatan games yang saya siapkan last
minute. Saya bertemu bertemu team di
sekitar Lapangan Pegok, Sesetan,
Denpasar.
Perjalanan kami mulai dari panti asuhan
di Denpasar, kemudian panti jompo di
daerah Ketewel, dan terakhir di panti
asuhan Gianyar. Yang saya ingin ceritakan
adalah yang terakhir.
Ketika pertama kali memasuki gerbang
panti asuhan, saya melihat anak-anak
yang secara fisik terlihat normal. Ada
sebuah aula serbaguna tempat mereka
duduk dengan rapi. Terlihat wajah mereka
layaknya anak-anak SD dalam kelas. Saya
kaget ketika menyadari mereka adalah
anak-anak "khusus".
Ini bukan pertama kali saya menjadi
Master Game di panti asuhan. Saya juga
sudah meng-handle beberapa corporate
group besar dari Jakarta dan Bali dalam
kegiatan outbound dan team building.
Tetapi saya tidak pernah punya
pengalaman meng-handle anak-anak
dengan latar belakang keterbelakangan
mental, tuli, dan bisu (kata orang biasanya
kalau sudah tuli, pasti bisu). Dan ini akan
menjadi pengalaman pertama saya. Saya
bingung.
"Waduh! Saya tidak punya pengalaman
handle anak-anak seperti ini," saya
sampaikan keraguan saya kepada Ci Linda
dan Ko Eddi.
"Ya sudah, kita main games yang ringan-
ringan saja," mereka mencoba
meyakinkan saya. Saya menurut. Iya,
kenapa harus panik? Yang penting kita
bergembira bersama anak-anak.
Akhirnya saya siapkan beberapa mainan
ringan berupa gelang-gelang dan bola
pingpong sederhana. Pernah ke pasar
malam? Biasanya ada stand yang
menggelar mainan: botol-botol minuman
berdiri, sabun, rokok, dan barang-barang
kecil lain. Bila mampu memasukkan
sebuah gelang dari jarak tertentu tepat ke
benda-benda itu, maka kita berhak
mengambilnya. Nah, permainan
sederhana itulah yang saya sebut gelang-
gelang. Sedangkan permainan bola
pingpong adalah memasukkan bola
pingpong ke dalam gelas kosong. Apabila
masuk, maka akan kami beri hadiah
berupa biskuit, wafer, pensil, susu kotak,
dan hadiah-hadiah lain yang disukai anak-
anak.
Tadi saat pertama masuk aula, saya lihat
Ko Eddi menyapa anak-anak dengan
lambaian tangan " hallo", tanpa suara.
Saya memahami mengapa Ko Eddi tidak
mengeluarkan suara, karena kebanyakan
mereka adalah bisu tuli. Mereka
membalas dengan lambaian juga. Respon
yang cukup baik, setidaknya menurut saya.
Paling tidak, keraguan saya mulai mereda,
meskipun belum yakin seratus persen.
Saya masih bingung memulai permainan
ini. Akhirnya setelah semua sudah siap,
saya coba menyapa mereka dengan
gerakan dan suara lantang dalam aula.
Wow, ternyata mereka memberi respon
yang lantang juga. Ada beberapa yang
mampu mendengar dan bicara. Keyakinan
saya meningkat.
Seperti biasa, saya membuat ice-
breaking untuk meredakan jarak antara
kami. Kemudian saya ajak main Satu Dua
Tiga atau Tangkap Monyet dan melihat
reaksi mereka. Di tengah keraguan, saya
minta tolong sama Ibu Pengasuh untuk
membantu saya menterjemahkan ucapan
saya dengan gerakan-gerakan tertentu
supaya mereka mengerti jenis permainan
ini. Gila, saya gak punya pengalaman
komunikasi dengan anak-anak 'luar biasa'
seperti ini, apalagi sejumlah 36 anak.
Suasana mulai riuh. Ibu Pengasuh dengan
tenang membantu saya. Saya lihat
beberapa anak yang mampu mendengar
dan bicara, juga berusaha menjelaskan ke
temannya. Lihat, persaudaraan mereka
begitu kuat. Mereka membantu saya
menterjemahkan ke beberapa teman di
sebelahnya dengan gerakan-gerakan
khusus - yang tentu saja tidak bisa saya
pahami.
Permainan dimulai. Diluar dugaan saya,
ternyata mereka mulai antusias. Saya
lebih bersemangat. Saya beri kesempatan
maju dua-dua untuk bermain gelang-
gelang dan bola pingpong. Mereka tidak
malu-malu dan mampu menyelesaikan
permainan dengan baik. Akhirnya saya beri
tantangan mereka main games yang lebih
seru dan menantang.
Saya mulai melakukan grouping dengan
system rumble bee. Saya bagi mereka
dalam empat kelompok. Kemudian saya
minta mereka memilih group leader.
Terakhir saya putuskan member mereka
peluang untuk berkompetisi dalam
infinite circle dan holla hoop racing.
Gila! Suasana seru. Saya tidak bisa
menceritakan ekspresi mereka dalam
tulisan ini. Pernahkah kamu melihat
sekelompok anak "luar biasa" bermain
games? Teriak-teriak, saling memberi
dukungan dan semangat, meloncat-loncat
dengan penuh semangat? Silakan
dibayangkan.
Saya tidak menyangka, mereka mampu
dengan baik melakukan instruksi-instruksi
yang saya sampaikan. Saya sampaikan
apa saja aturannya, apa yang boleh dan
tidak boleh dilakukan. Mereka mengerti
dengan baik apa artinya menjadi juara,
mengekspresikan, dan
mengaktualisasikan dirinya. Mereka
menikmati permainan sampai selesai.
Dalam suasana riuh tadi, hati saya
terdiam melihat mereka, anak-anak yang
perlu diajak bermain, diberi kehangatan
dan sapaan. Yang ingin saya sampaikan di
sini adalah, terkadang kita salah menilai
orang. Anak-anak itu, yang tuli, bisu,
keterbelakangan mental, bagaimana pun
juga adalah manusia-manusia yang ingin
diakui keberadaannya. Mereka bisa
berinteraksi dan beradaptasi dengan baik
apabila kita mau memberikan hati kita
dengan tulus. Mereka bisa tertawa lebar
apabila kita mau mengajak mereka
tertawa. Saya belajar bahwa dengan
segala kekurangan mereka (menurut
ukuran kita pada umumnya), mereka
mempunyai cara tersendiri untuk
mengasah kemampuannya.
Saat saya menulis ini, di kepala saya
masih teringat, bagaimana ekspresi
girangnya anak-anak yang
keterbelakangan mental itu ketika mampu
menyelesaikan sebuah kompetisi dan
menjadi juara dalam games tadi. Juga
ekspresi "geregetan" seorang anak bisu-
tuli karena tidak kunjung selesai mengurai
tali "infinite circle". Mereka meloncat-
loncat dengan gembira, dengan kata-kata
yang tidak bisa kami mengerti.
Malam ini fisik saya lelah sekali karena
perjalanan seharian, tetapi hati saya
tenang. Bersyukur, hari ini saya belajar
banyak. Bahwa Tuhan memberi kehidupan
kita dengan sangat baik: fisik, pikiran,
kesehatan, keluarga, pekerjaan, dan
banyak sahabat.
Good nite!
Agus Helly
Jimbaran, 1 July 2012
PS: Agus Helly adalah kakak sepupu saya, dia adalah orang yang menginspirasi dan mengenalkan dunia menulis kepada saya. Karya-karyanya pernah dimuat di majalah remaja Anita Cemerlang dan Sumatera Post.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI