Saya lebih suka menyebut kawan-kawan pejuang golput sebagai Yang Mulia Golputers. Penyebabnya adalah karena ketika melihat argumen yang kerap kali terdengar mengenai alasan mereka golput mengingatkan saya akan seorang raja yang mulia yang tidak puas akan penampilan yang disodorkan kepadanya. Dalam hal ini, Yang Mulia Golputers tidak puas akan penampilan para calon presiden dan wakil presiden yang ada, sehingga Yang Mulia memilih untuk...tidak memilih.
Saya yang tidak sekritis Yang Mulia Golputers ini pun menganalisis mengapa bisa sampai tidak ada pilihan yang bisa menarik hati Yang Mulia.
Setelah merenung, saya pun teringat pada aturan ambang batas presidensial (presidential threshold) yang membuat partai politik dengan kursi banyak di DPR punya kewenangan yang besar untuk menentukan siapa yang layak untuk dicalonkan sebgai presiden dan wakil presiden.
Menurut saya sih, ini salah satu alasan yang membuat Yang Mulia Golputers pada akhirnya tidak punya alternatif pilihan.
Nah, berangkat dari situ, dan mengingat pada pemilu kali ini anggota DPR juga dipilih, saya akhirnya memberanikan diri untuk memberi sedikit saran kepada Yang Mulia Golputers dan kawan-kawan sejenis supaya pada pemilu kali ini jangan putih-putih amat, lha.
Presidential threshold ini adalah aturan yang tertuang di UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilhan Umum. Sejak aturan ini diputuskan pun sudah banyak kontroversi yang mencuat.
Aturan ini membuat kuatir beberapa pihak karena besar kemungkinan seorang pribadi dicalonkan menjadi presiden dan wakil presiden bukan karena visi misi atau kemampuan dan rekam jejak, melainkan karena kekuatan partai politik penguasa DPR. Dan saya lihat sih, kekuatiran itu jadi kenyataan di pemilu kali ini.
Okelah, mungkin itu semua sudah terlanjur diputuskan. Tapi kalo dipikir-pikir lagi, aturan ini kan lahir dari rembukan anggota-anggota DPR yang sejatinya dipilih masyarakat pada pemilu yang lalu! Mereka yang menang di pemilu lima tahun lalu terbukti menentukan keberjalanan pemilu sekarang ini---yang menimbulkan kekecewaan di hati Yang Mulia Golputers.
Oleh karena itu, untuk menghindari, atau bahkan membenahi pangkal kekecewaan tersebut, dengan rendah hati saya sarankan bagi Yang Mulia Golputers supaya jangan putih-putih amat.
Setidaknya, cobalah untuk melirik ke pemilihan legislatif yang akan menentukan siapa-siapa saja yang akan duduk dan menentukan peraturan tentang pemilu serta mencalonkan presiden di masa yang akan datang.
Pemilihan legislatif menentukan siapa yang bakal duduk menjadi penerus suara masyarakat, termasuk Yang Mulia Golputers sendiri. Suara Yang Mulia Golputers mungkin memang besar banget sih, tapi coba bayangkan kalau suara yang besar itu bisa jadi kenyataan melalui anggota-anggota DPR yang dipilih oleh Yang Mulia Golputers.