Mohon tunggu...
Frans Siringoringo
Frans Siringoringo Mohon Tunggu... Perekayasa Jaminan Aliran dan Proses -

Hidup dalam buminya Tuhan, berkutat dalam ilmu rekayasa, bernafas dalam lingkung sosial kemanusiaan

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Crazy Rich Asians: Cermin Cap Stereotip di Indonesia

11 Oktober 2018   20:44 Diperbarui: 12 Oktober 2018   09:21 1049
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Crazy Rich Asians, film yang diangkat dari novel karya Kevin Kwan ini, cukup menarik perhatian khalayak. Salah satu penyebabnya adalah karena dalam film tersebut diperlihatkan gaya hidup dari keluarga Nick Young yang merupakan keluarga konglomerat super kaya di Singapura. Di sisi lain, Rachel Chu, pacar Nick, adalah seorang profesor ekonomi keturunan Tionghoa yang tumbuh besar di Amerika. Konflik utama dalam film ini dimulai ketika Rachel diperkenalkan kepada ibunda Nick.

Ibunda Nick menganggap Rachel tidak pantas untuk menjadi bagian dari keluarga Young karena melihat dia sebagai seorang Amerika yang hidup di budaya yang sangat berbeda dengan Asia, terutama Hokkian. Konflik seperti ini sesungguhnya tidak jarang ditemukan di Indonesia, yaitu ketika seseorang dicap berdasarkan stereotip latar belakangnya. Semua itu seakan dicerminkan dalam film Crazy Rich Asians.

Dalam film tersebut, ibunda Nick menganggap bahwa orang Amerika itu dibesarkan dengan budaya ambisius dan tidak peduli dengan keluarga. Stereotip negatif ini bagi ibunda Nick melekat pada Rachel yang membuatnya tidak disukai. Bahkan dalam film tersebut, ibunda Nick menyebut bahwa Rachel itu bukan "orang kita"(1). Sesungguhnya tidak hanya Rachel yang pernah dicap seperti itu. Banyak orang di Indonesia yang menjadi "korban" stereotip.

Masyarakat Indonesia yang beragam tentunya tidak lepas dari cap stereotip. Stereotip ini bisa berupa fisik, logat dan bahkan hingga stereotip sikap. Contohnya, saudara-saudara dari timur, seperti Ambon dan Papua, tidak jarang dicap sebagai orang-orang yang memiliki sikap yang keras terhadap orang lain. Sikap keras ini juga tidak sedikit melekat pada saudara-saudara dari barat Indonesia yang berasal dari Suku Batak. Sebaliknya, stereotip lamban atau pelan juga kerap melekat pada saudara-saudara dari suku Jawa.

Tidak hanya sikap, cap stereotip terhadap suku juga dapat merembet ke gaya hidup. Tidak jarang ada yang menganggap bahwa saudara-saudara dari Padang adalah orang-orang yang pelit. Stereotip yang sama juga kurang lebih melekat pada saudara-saudara suku Tionghoa. Masih sangat banyak cap stereotip yang ditempelkan pada berbagai suku di Indonesia. Cara pandang yang hanya berpatokan pada stereotip tersebut bukannya tidak mungkin akan menimbulkan konflik penolakan seperti di film Crazy Rich Asians.

Tentunya film tersebut bukannya tanpa solusi. Dalam film Crazy Rich Asians, Rachel melawan asumsi berdasar stereotip yang dilekatkan pada dirinya. Meskipun sempat merasa terpojok, ditambah kekecewaan karena hubungannya dengan Nick tidak direstui, Rachel pun bangkit dan dengan berani menghadapi ibunda Nick. Dengan kecerdasannya, Rachel menunjukkan pada ibunda Nick bahwa stereotip tersebut bukanlah halangan bagi dirinya untuk menjadi bagian dari keluarga Young.

Dari pribadi Rachel, orang Indonesia bisa belajar satu hal, yaitu melawan stereotip negatif. Seorang "korban" stereotip mau tidak mau harus menunjukkan dirinya yang sebenarnya. Jika memang tidak setuju dengan cap yang diberikan, satu-satunya jalan untuk memutarbalikkannya adalah dengan menunjukkan sendiri bahwa stereotip tersebut tidak benar atau minimal membuktikan bahwa stereotip tersebut bukanlah halangan untuk hidup berdampingan dengan tidak saling merugikan.

Sikap dan semangat Rachel Chu sepatutnya dimiliki oleh orang-orang di Indonesia. Cap berdasar stereotip mungkin akan selalu ada. Dan mungkin sebagian besar dari itu adalah benar. Tapi, stereotip tersebut tidak boleh menjadikan seseorang secara instan direndahkan. Semangat pembuktian itulah yang harus dimiliki oleh orang-orang Indonesia untuk lepas dari penolakan berdasar stereotip.

Film Crazy Rich Asians setidaknya mencerminkan bahwa manusia tidak lepas dari pada stereotip, terutama di Indonesia. Akan ada selalu stereotip yang melekat pada diri seseorang, entah itu karena sukunya ataupun agamanya. Memang yang penting untuk dibangun adalah cara pandang yang tidak terpaku pada stereotip seseorang. Tapi, yang tidak kalah penting adalah keberanian para "korban" stereotip untuk bisa melawan itu semua.

Bagai Rachel Chu yang akhirnya menikahi Nick dan bergabung dalam Crazy Rich Asians, begitu pula kiranya para "korban" stereotip mampu melawan segala cap stereotip yang selama ini menyingkirkannya dan berhimpun bersama satu masyarakat Indonesia yang beragam sebagai Crazy Diverse Indonesians.

Catatan:

  1. Sebutan "orang kita" dalam film tersebut merujuk pada panggilan orang Hokkian terhadap sesamanya. Sesungguhnya sebutan ini juga terdapat pada beberapa suku di Indonesia, seperti orang Batak yang menyebut sesamanya sebagai "halak hita"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun