Mohon tunggu...
Frey Immanuel
Frey Immanuel Mohon Tunggu... -

menulis dengan sederhana. \r\n var sc_project=11800296; var sc_invisible=0; var sc_security="c1965a9a"; var scJsHost = (("https:" == document.location.protocol) ? "https://secure." : "http://www."); document.write("");

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Jakarta dan Nyamuk

15 Maret 2012   04:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:02 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kurang lebih seminggu yang lalu saya dan beberapa rekan kerja berangkat dari Semarang menuju ke Jakarta untuk urusan pekerjaan. Beberapa dari kami memang sering bolak-balik ke kota besar ini. Sedangkan saya seringkali hanya sekedar transit atau ke tempat-tempat wisata tertentu saja, itupun tidak dalam jangka waktu yang lama, hanya satu dua hari saja.

Sesampainya di Bandar Udara Soekarno-Hatta kami dijemput oleh mobil minibus yang sudah disewa untuk mengantarkan kami keliling Jakarta. Dengan perut lapar karena belum sarapan kami menuju ke eX Plaza untuk berjumpa dengan beberapa teman kantor yang sudah menunggu disana. Dalam perjalanan dari bandara ke eX, saya hanya bisa melihat beberapa gedung perkantoran yang menjulang tinggi dan sudah tidak disebut gedung lagi tapi menara. Keadaan menjadi ironis ketika kami pulang dari eX menuju kontrakan yang berada di daerah Sunter, gedung-gedung tinggi tadi mulai berkurang dan yang terlihat hanya kumpulan kendaraan dan beberapa kampung kumuh dan terutama kali(sungai kecil) yang penuh dengan sampah. Hal ini memang sudah biasa bagi sebagian orang, terutama yang berdomisili di Jakarta, buat saya ini "unik" karena saya tidak melihat diberita atau televisi tapi dengan mata kepala saya sendiri.

Tidak hanya sampai disitu, malam harinya ketika istirahatlah yang cukup mengganngu saya, yaitu nyamuk-nyamuk nakal (dalam arti sebenarnya). Beberapa kali saya ke Jakarta sebelum ini, saya tinggal di penginapan dan hampir tidak ada nyamuk yang iseng nempel di tubuh saya, sempat terlintas di benak saya bahwa nyamuk di Jakarta tidak kuat menahan polusi yang ada. Namun, pendapat saya dulu itu sungguh-sungguh keliru. Di kontrakan yang saya tempati bukanlah tempat yang kumuh, juga bukan apartemen mewah, hanya rumah beringkat biasa. Dengan menggunakan semprotan nyamuk biasa  tidak cukup menghalangi serangan nyamuk-nyamuk nakal ini. sekali tepak tiga sampai empat nyamuk yang mati. Parahnya, ketika terbangun dari tidur badan saya dipenuhi bintik-bintik merah bekas gigitan nyamuk.

Kesimpulannya, Jakarta merupakan kota besar dengan jumlah penduduk yang besar pula, dengan banyaknya penduduk dan penataan kota yang tidak seimbang membuat nyamuk-nyamuk nakal ini semakin banyak juga, apalagi mangsanya juga banyak seperti semut mendapatkan pabrik gula. Seharusnya pembagian wilayah nyamuk ini seimbang ke seluruh bagian kota, tapi karena banyak gedung bertingkat cenderung tertutup dan ber-ac membuat nyamuk ini tidak dapat ekspansi, mereka memilih apa yang ada dengan menyerang daerah pinggiran yang tidak mampu membeli peralatan pemusnah yang canggih, tempat yang tidak tertutup rapat dan mudah didapat. Itulah kenapa si nyamuk nakal tadi beramai-ramai menyerang daerah yang sama.

ps: opini ini bersifat pribadi dan tidak ada unsur menyerang seperti nyamuk nakal tadi (^0^)a

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun