Kutelan perlahan huruf-huruf hidup dengan tarikan napas yang dalam, tatkala raga ini letih.
Amukan belalak mata insan penjuru, datangnya silih berganti. Menangkalnya bukan tak mau, tetapi belum tiba waktunya. Mungkin karena paru-paru belum bersahabat dengan getaran jantung.
Bak napak tilas hingga mencapai puncak, butuh napas yang dalam, kali ini, kubuatkan pustaka napas untuk melewati dan melampui bukit-bukit lembaran dan logam, hasil rekayasa kursi-kursi elit. Mereka menyusunnya dari atas kursi-kursi elit, sembari terbahak, membelalak mata, siapa di antara mereka lebih banyak mendapat dan lebih cepat menyelesaikannya.Â
Kini arah angin mulai deras. Bukit-bukit itu perlahan dipangkas. Bakal, sekali dayung dua tiga lembar dari tubuh bukit itu, kembali didudukkan pada tempatnya, demi leluasanya langkah dan tatapan ribuan kaum rerintihan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H