Rasa kemanusiaan pada prinsipnya tidak mengenal perbedaan. Siapapun dia, entah berbeda sekalipun, atas nama rasa kemanusiaan, perhatian patut diberikan. Apalagi untuk mereka yang tak berdaya, mereka yang terpinggirkan, mereka yang miskin, mestinya mereka menjadi prioritas dalam pembangunan kesejahteraan rakyat.
Sebagai generasi muda, saya sangat prihatin dengan kondisi rumah dan kondisi hidup dari kedua pasutri yang tinggal di gubuk reot ibarat kandang ternak, sebagaimana diliput dan ditayangkan oleh iNews NTT, 25/05/2019.
Memang, pertama sekali, keempat anak dari kedua pasutri lansia ini, kepada mereka patut disampaikan rasa penyesalan dan kekecewaan yang mendalam karena ibarat kacang lupa kulit. Seusai kedua orang tua melahirkan, membesarkan mereka, mereka lalu lupa dan hidup tanpa peduli di tempat rantauan.
Sekiranya pemerintah setempat, di tengah kesibukan untuk membangun, perhatian kemanusiaan jangan dilupakan. Mungkin berlebihan kalau dilupakan, tetapi sekurang-kurangnya, kondisi hidup seperti itu, sudah semestinya diatasi oleh pemerintah setempat, sekurang-kurangnya oleh pemerintah desa setempat.
Saya menilai, ada suatu kemunduran besar dalam rasa kemanusiaan, ketika para pemimpin negeri ini terkesan tidak peduli dengan kondisi hidup rakyatnya seperti yang dialami oleh Bapak Markus Rius Sako dan Mama Fofina Olin.
Sekiranya, para pemimpin, masyarakat, dan juga saya yang menulis ini, dengan kondisi hidup kedua pasutri itu, kita semua disadarkan akan pentingnya rasa kemanusiaan terhadap sesama.
Saya juga yakin bahwa di daerah-daerah pedalaman, masih terdapat kondisi yang dialami masyarakat sebagaimana dialami oleh kedua pasutri itu.
Tentu, semua ini tanggung jawab kita bersama karena langsung berkaitan dengan rasa kemanusiaan kita. Tetapi sekiranya, pemerintah sebagai salah satu lembaga yang paling bertanggung jawab, perlu berbesar hati dan tergerak hati untuk menyusun suatu strategi partisipatif secara menyeluruh demi mengetahui dan mengatasi kondisi hidup masyarakat yang terperangkap dalam kondisi ketidakmanusiawian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H