Merasa jago dalam tangan sendiri, tidak lebih dari kerakusan yang digenggam dalam cela jari-jemari.
Memimpin ibarat menelurkan sejumlah meubel. Memproduk kursi sebanyak-banyaknya untuk diduduki sendiri.
Bibir lebih suka menghakimi dengan hukum budaya yang diandai-andai untuk menumpuk popularitas.
Telunjuk lebih rajin menunjuk ke sana ke mari. Raut muka tidak lebih dari keangkuhan yang dibungkus dalam tugas yang mesti dilaksanakan.
Feodal berubah rupa dalam sikap tegas semu, yang diperhalus melalui strategi-strategi administratif.
Asalkan tugas jalan, tak peduli siapa yang datang. Padahal pentingnya ialah siapa yang datang adalah tugas yang harus dilaksanakan.
Feodal. Modelmu  menyisakan sakit. Tidakkah bola matamu terbuka, tangisan ribuan rakyat kecil karena ulahmu, wahai feodal.
Feodal, untungmu tipis tetapi terdiri dari gelembung air mata yang dikau rampas sendiri dengan alasan perut mereka.
Feodal, kalaupun untungmu besar, kelak untungmu ialah boomerang untuk dirimu, para penikmat feodal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H