Mohon tunggu...
Yudel Neno
Yudel Neno Mohon Tunggu... Penulis - Penenun Huruf

Anggota Komunitas Penulis Kompasiana Kupang NTT (Kampung NTT)

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Ketiadaan E-KTP Bakalan Membunuh Hak Pilih Rakyat?

28 Januari 2019   18:13 Diperbarui: 28 Januari 2019   20:06 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengalaman pemilihan Gubernur NTT kali lalu merupakan pengalaman yang tidak perlu terulang lagi. Entah berapa jumlah masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu karena bersyarat E-KTP mesti ditanyakan pada KPU. Saya yakin bahwa sebagian besar masyarakat tidak ikut memilih waktu itu.

Persoalan ini tidak boleh dipandang sederhana sebab yang namanya demokrasi, salah satu ruang yakni pemilu, aktivitas utama dari rakyat untuk menentukan masa depan bangsa ini adalah dengan memililh pemimpinnya atau orang yang dinilai layak untuk menduduki kursi jabatan entah eksekutif maupun legislatif.  

Tentu segala kecemasan terkait pengadaan E-KTP tidak begitu saja dilimpahkan untuk Dukcapil. Bisa saja karena sikap tidak mau urus atau tidak mau taat prosedur oleh pihak bersangkutan untuk mendapatkan E-KTP. Walaupun demikian, bagi mereka yang belum memiliki E-KTP, mesti terus diupayakan. Bagaimana mungkin, status kewarganegaraan seseorang, keberadaannya tetap diakui tetapi tanda pengenal belum dimilikinya. Saya bisa membayangkan hingga saat ini, berapa jumlah kesulitan administrasi yang dihadapi oleh masyarakat karena belum memiliki E-KTP.

Hemat saya, apapun dalilnya entah dari setiap pihak maupun dari instansi pemerintahan, ketiadaan E-KTP merupakan persoalan substansial menjelang pemilu 17 April 2019. Sebutan substansial ini merujuk pada salah satu manfaat E-KTP sebagai syarat untuk memilih demi keakuratan data pemilih menjelang pemilu. Menyikapi persoalan ini, isinya tidak sekedar saling mempersalahkan antar satu pihak dengan pihak lainnya tetapi bahwa berbagai upaya mesti dilakukan.  

Saya sendiri menyaksikan betapa warga dihantui dengan berbagai kecemasan karena ketiadaan E-KTP. Kecemasan yang mengitari warga, tidak semata-mata kecemasan psikologis. Yang paling terutama adalah kecemasan politis, di mana rakyat tidak ikut memilih karena ketiadaan E-KTP. Ketiadaan E-KTP ini juga, kalau berhadapan dengan masyarakat yang kurang kritis, peluang ini berpotensial untuk dipolitisir oleh pihak tertentu. Boleh diandaikan rumusannya seperti ini; saya bantu urus E-KTP...yang penting.....ingat...jangan lupa.....Rumusan seperti ini memang diandaikan tetapi harapannya adalah semoga masyarakat tidak mengalaminya.

Menurut hemat saya, tidak ada problem tanpa solusi. Karena itu, solusi yang ditempuh pun perlu dimurnikan dari berbagai kepentingan politik, dalam arti mengutamakan pihak tertentu. Pelayanan E-KTP tidak boleh berdasarkan hubungan kedekatan, apalagi kelancarannya ditentukan berdasarkan daerah pemilihan ibarat pemilu.  

Harapan demokratisnya adalah semoga dalam waktu tiga setengah bulan ini, upaya terus dilakukan hingga semua warga mendapatkan E-KTP. Tentu, kalau sikap seperti ini diambil, bisa saja menimbulkan berbagai komentar bercorak politis. Tetapi harus tetap diandaikan bahwa penggunaan hak pilih rakyat adalah ciri khas dari demokrasi, sebab hanya atas cara itu, rakyat terlibat secara langsung mewujudkan niat politiknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun