Kupang-Kompasiana.Com-30/03/18
Umat Katolik sejagad kini sedang dalam Perayaan Pesta Paskah. Tepatnya momen Jumat Agung merupakan momen yang sangat khusus. Kekhususan ini selain bagi umat Katolik tetapi juga berlaku bagi setiap insan ciptaan bahwa segala keterbatasan dan segala kesalahan adalah pintu bagi derita manusia.Â
Jumat Agung tentunya bukanlah perayaan semua umat beragama tetapi bahwa semua umat manusia yang sama tidak dapat mengelak dari penderitaan di dunia ini.
Salib bagi orang Romawi dan Yahudi adalah hukuman. Salib bagi Orang Yunani adalah kebodohan tetapi Salib bagi para pengikut Kristiani adalah tanda kemenangan yang berkekuatan menyelamatkan. Di sini berlaku pula prinsip bahwa tiada paskah tanpa Jumat agung dan tiada kemuliaan tanpa Salib.
Adapun dimensi sosial salib berarti peristiwa Salib mengingatkan setiap insan bahwa derita adalah bagian dari hidup manusia yang tak terelakkan. Dalam terang Iman Katolik, orang-orang Katolik terpanggil untuk menderita dalam arti bahwa dengan derita itu, atas imannya, ia menunjukkan sikap solidaritasnya untuk turut merasakan derita Tuhan dengan merenungkan derita dunia ini sebagai kenyataan yang mesti disikapi.
Di sini, derita karena kemiskinan struktural atau derita karena kejahatan sendiri tidak dimaksudkan sebagai derita Salib. Sebab derita Salib pada prinsipnya bukan atas kesalahan Yesus apalagi karena suatu kejahatan.Â
Dengan demikian, peristiwa Salib ini mengingatkan kita akan suatu perjuangan secara bersama untuk membebaskan diri dari segala kesalahan dan segala kejahatan yang dapat berujung pada kematian manusia dunia yang tidak bermartabat.
Merenungkan derita salib, tuntutannya adalah keaktifan orang-orang beriman menerima setiap derita sebagai bagian dari hidup serentak berjuang untuk membebaskan diri dari kungkungan derita sebagaimana kebangkitan Yesus membawa kemuliaan. Karena itu benarlah bahwa tiada tanpa Salib tetapi patut diingat bahwa dalam kemuliaan tidak ada derita. Inilah bukti bahwa yang kekal bagi Allah adalah kemuliaanNya.
Atas cara ini, pada titik kritis, kita dapat menghindari jauh-jauh pemahaman bahwa derita yang dialami karena membunuh sesama atau karena melakukan aborsi adalah derita yang sepadan dengan derita Yesus. Sebab, Yesus justeru menderita karena untuk memperjuangkan kehidupan dan keselamatan umat manusia dibandingkan dengan derita yang dialami oleh seseorang justeru karena ia memusnahkan kehidupan manusia.Â
Mari kita beriman serentak kritis ...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H