Zamrud khatulistiwa adalah julukan yang diberikan dunia untuk Indonesia. Ungkapan ini menggambarkan betapa beruntungnya Indonesia yang berada di garis khatulistiwa.Â
Mulai dari kekayaan alam, dan keanekaragaman hayati. Wilayah Indonesia yang berada di garis khatulistiwa menyebabkan matahari selalu bersinar sepanjang tahun.Â
Dalam dokumen Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), Indonesia memiliki potensi tenaga surya sebesar 207,8 GW. Namun, pemanfaatan dari tenaga surya ini masih berada pada angka 150 MW atau 0,07 % dari total potensinya.
Dari semua energi yang ada di Indonesia seperti energi hidro, energi bayu (angin), bioenergi, energi panas bumi,dan energi samudera. Tetapi, energi surya lah yang memiliki potensi terbesar. Total potensi energi baru terbarukan di Indonesia itu adalah 417,8 GW, dengan energi surya 207,8 GW, energi hidro 75 GW, energi bayu 60,6 GW, bionergi 32,6 GW, energi panas bumi 23,9 GW, dan energi samudera 17,9 GW.
Apa itu pembangkit listrik tenaga surya? PLTS adalah sistem pembangkit yang merubah cahaya matahari menjadi listrik dengan menggunakan fotovoltaik. Radiasi yang ada dalam cahaya matahari ditangkap oleh sel surya fotovoltaik. Dalam prinsip fotovoltaik, muatan elektron bergerak menuju proton sehingga menghasilkan arus listrik.Â
Radiasi matahari akan berbanding lurus dengan arus listrik yang dihasilkan, semakin banyak radiasi matahari yang diterima oleh sel surya maka energi listrik yang dihasilkan juga akan semakin besar, dan begitu sebaliknya. Energi listrik dari panel surya kemudian akan disimpan pada penyimpan daya seperti baterai.
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) merupakan sumber energi yang gratis serta ramah lingkungan, radiasi matahari yang melimpah akan memberikan energi listrik yang melimpah juga. PLTS juga fleksibel dimana PLTS dapat dibangun di mana saja, baik itu di atap rumah, di teras rumah, maupun di lapangan kecil sekalipun.Â
Meskipun demikian, dengan potensi yang besar mencapai ratusan gigawatt, pasokan listrik di Indonesia belum sepenuhnya dapat mengandalkan tenaga surya.
Hal tersebut dikarenakan harga pemasangan PLTS dan harga baterai masih terbilang cukup mahal. Menurut Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbaukan Ditjen EBTKE Chrisnawan Aditya mengungkapkan harga untuk PLTS atap ini bervariasi. Untuk setiap 1 kWp berharga Rp. 10-20 juta. "Setiap panel yang dijualbelikan, ada standar tertentu diberikan label SNI. Jadi, terserah mau harga Rp 10 juta, Rp 15 juta, atau Rp 20 jutam yang penting sudah penuhi SNI," ungkapnya.
Menurut dokumen RUEN, provinsi yang memiliki potensi tenaga surya terbesar adalah Kalimantan Barat, yaitu mencapai 20.113 MW, diikutin oleh Sumatera Selatan 17.233 MW, kemudian Kalimantan Timur 13.479 MW, Sumatera Utara 11.581 MW; dan Jawa Timur 10.335 MW. Selain dari provinsi di atas, rata-rata hanya memiliki kurang dari 10 GW.
Untuk memaksimalkan potensi tenaga surya, pemerintah sudah membuat strategi pengembangan PLTS. Pengembangan PLTS skala besar dalam rangka menurunkan BPP listrik, PLTS di area lahan eks tambang di berbagai daerah seperti Bangka Belitung sebesar 1.250 MW, Kutai Barat sebesar 1.000 MW, Kutai Kertanegara sebesar 53 MW. PLTS rooftop secara masif di daerah-daerah melalui sinergi Pemprov ataupun Pemkab/Pemkot antara lain melalui program eko wisata, klaster ekonomi khususnya Program Surya Nusantara.Â