Mohon tunggu...
Freyja571
Freyja571 Mohon Tunggu... Arsitek, Dosen, Peneliti, Urbanist -

Mahasiswa Phd dalam bidang Architecture & Urbanism, praktisi arsitektur / Urban

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Sustainable Development dalam Debat Capres

8 Juli 2014   13:38 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:03 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Debat capres terakhir hari sabtu lalu diramaikan dengan insiden tertukarnya Adipura dengan Kalpataru. Pembicaraan di medsos didominasi hal tersebut. Namun kali ini saya ingin membahas mengenai "sustainable Development" yang disebutkan Hatta Rajasa. Tema debat yang terakhir adalah mengenai "pangan, energi dan lingkungan hidup". Pada pemaparan visi, Bapak Yusuf Kalla tidak menyebutkan secara spesifik mengenai pembangunan berkelanjutan (sustainable development), namun pada sesi selanjutnya, hal ini juga ditanyakan. Untuk itulah saya ingin mengulasnya sedikit.

Dalam penyampaian visi misi, patut di apresiasi pihak Prabowo Hatta menyinggung mengenai sustainable development. Secara umum Pak Hatta menjelaskan bahwa pembangunan harus mampu mengantisipasi perubahan iklim, menjamin konservasi alam, dan mengurangi polusi air dan udara. Ulasan ini baik, dan dibumbui dengan istilah - istilah dalam bahasa Inggris, namun saya menangkap bahwa titik berat dari sustainable development dari Prabowo - Hatta hanyalah pada masalah lingkungan. Janganlah kita terjebak, bahwa pembangunan berkelanjutan hanyalah masalah lingkungan.

Menurut Brundlant Commision, pembangunan berkelanjutan adalah ""Development that meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs." (Dalam hal ini Pak Hatta benar), namun perlu dilihat lagi apa itu pembangunan berkelanjutan. Dalam pembangunan berkelanjutan, dibutuhkan keseimbangan antara alam, aspek ekonomi dan aspek sosial. Kendala dalam konsep pembangunan berkelanjutan di negara - negara Global South, termasuk Indonesia adalah tarik - menarik ketiga hal di atas. Masalah utama negara berkembang adalah masalah kemiskinan. Dengan demikian, maka masalah ekonomi menjadi prioritas negara. Akan menjadi pilihan sulit ketika suatu kebijakan harus memilih antara kelestarian lingkungan dengan pertumbuhan ekonomi. Dan bagaimana dengan masalah sosial? Tentunya yang dimaksud pembangunan berkelanjutan ialah tidak hanya melindungi lingkungan / alam dari kepentingan ekonomi, namun juga melindungi aspek sosial dari rakyat Indonesia. Masalah sosial inilah yang kadang dilupakan orang - orang, karena mengira pembangunan berkelanjutan hanya masalah lingkungan saja.

Dalam debat tanggal 5 kemarin, saya melihat moderator mencoba menempatkan masalah sustainable development ini dalam konteks yang tepat. Berikut ini pertanyaan moderator pada segmen 3 kepada Jokowi - JK dan Prabowo - Hatta: "Menipisnya Sumber daya alam dan meningkatknya kerusakan lingkungan mengindikasikan belum terwujudnya pembangunan berkelanjutan. Bagaimana Jokowi JK memastikan pembangunan sosial dan pelestrian lingkungan dan ekonomi secara selaras?"

Jawaban Jokowi menyatakan ketiga hal tersebut harus diperhatikan secara paralel. Di sini Jokowi menyebutkan kepentingan ekonomi, kepentingan rakyat dan pelestarian lingkungan tidak boleh ada yang di nomor satukan. Jawaban ini menunjukkan bahwa Jokowi cukup paham apa itu esensi dari pembangunan berkelanjutan. Namun jawaban ini masih terlalu normatif, hingga JK menambahkan bahwa teknologi dapat menyelaraskan ketiga hal di atas.

Sedangkan jawaban Prabowo untuk pertanyaan yang sama, kerusakan lingkungan disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk, serta kurangnya regulasi dan pengawasan. Prabowo juga menambahkan untuk mengatasi nya diperlukan pendidikan. Jawaban ini juga masih terlalu normatif. Karena tidak disebutkan bagaimana cara mengatasi ledakan penduduk tanpa mengorbankan hak - hak penduduk untuk memiliki anak, serta tidak disebutkan strategi bagaimana mengakomodasi tambahan jumlah penduduk tanpa harus mengorbankan lingkungan.

Dalam opini saya, meski juga sama normatif nya, namun penjelasan JK mengenai pengembangan teknologi untuk menyelaraskan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan lebih dapat diterima dan tepat sasaran. Pembahasan sustainable development ini, sekalipun tidak mendalam, namun dapat memberikan gambaran bahwa persepsi mengenai pembangunan berkelanjutan kadang masih terjebak hanya antara masalah ekonomi dan lingkungan saja. Aspek sosial kadang kala terlupakan. Contoh mengenai hal ini adalah masalah perumahan rakyat. Kebutuhan akan perumahan meningkat karena peningkatan jumlah penduduk. Pemerintah telah berupaya menyediakan perumahan bagi rakyat dengan bekerja sama dengan pihak swasta. Namun efek yang terjadi adalah terkonversinya lahan pertanian menjadi perumahan. Tidak hanya itu, khususnya di Jakarta, pembangunan perumahan di luar Jakarta oleh pihak swasta, yaitu pengembangan kawasan hunian mewah berkonsep "gated community", yang mana perumahan mewah itu dikelilingi pagar, dengan petugas keamanan berjaga 24 jam adalah suatu pengulangan dari zaman kolonial dulu. Yang mana terjadi pengelompokan antara kawasan bagi orang kaya dan orang miskin. Tentunya "pembangunan" ini bukanlah sesuatu yang sehat. Namun sayang sekali, masih banyak orang yang menyangka bahwa pembangunan berkelanjutan merupakan masalah lingkungan saja. Tidak terkecuali capres kita.

Referensi:  United Nation, “Report of The World Commision on Environment and Development, Our Common Future”, UN Documents, 1987

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun