[caption id="attachment_133227" align="alignnone" width="670" caption="Suporter Merah Putih di GBK"][/caption]
Kegagalan Timnas meraih keunggulan di kandang sendiri Gelora Bung Karno (GBK) melawan Bahrain bagi saya adalah suatu pembelajaran penting bagi para pemain sepak bola di Indonesia termasuk para pecintanya. Skor 2 – 0 hal yang lumrah ketika melihat beberapa pertahanan Timnas kita yang sedikit terseok-seok akibat “sakit” fisik yang diderita para pemain dilapangan akibat “body contact” dengan tim Bahrain yang secara postur telah membuat keunggulan tersendiri, sehingga setiap aksinya merebut bola tak jarang pemain kita terlihat bejibaku hingga terjungkal di lapangan.
Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono juga terlihat hadir untuk memberikan semangat serta motivasi kepada para pemain Timnas. Meski kalah dengan skor 2 – 0, kita tidak perlu kecil hati. Masih ada pertandingan berikutnya meski sedikit berat memperjuangkannya. Namun ada sesuatu yang membuat saya bangga kepada kawan semua, bersatunya para supporter Timnas Mania di GBK. Pemandangan itulah yang saya harapkan sejak dulu, tidak ada lagi Bonek, Aremania, Pasopati, Jackmania dan lain sebagainya yang ada hanyalah satu yaitu supporter Indonesia mania yang cinta bola. Lewat permainan cantik sepak bola tak terasa bangsa ini telah dipersatukan kembali.
Namun di menit-menit mendekati akhir, saya hampir merasa putus asa ketika suara petasan mengganggu jalannya pertandingan yang di lempar oleh para oknum pecinta bola hingga nyaris kena sangsi. Saya tidak bisa menyalahkan mereka seutuhnya akibat rasa kecewa dengan hasil skor 2 – 0. Tapi yang saya sayangkan kenapa harus melempar petasan, saat PSSI terancam di “banned” oleh FIFA beberapa waktu yang lalu, kita dengan lantang menyalahkan beberapa calon Ketumnya yang berusaha menguasai suara pemilih dengan harapan agar sangsi tidak dijatuhkan oleh FIFA. Ironisnya, sekarang malah para suporternya sendiri yang ingin membuat Timnas terkena banned akibat rasa emosi sesaatnya.
Game is game sudah barang tentu ada yang menang dan ada yang kalah, kita harus dewasa menyikapinya.
[caption id="attachment_133230" align="alignleft" width="364" caption="Presiden SBY di GBK"][/caption]
Ketika aksi supporter hampir tidak bisa diredam, RI-1 beserta keluarganyapun diminta protokoler untuk segera meninggalkan GBK demi keselamatannya. Otoritas penuh keamanan berada di tangan TNI. Beberapa pasukan diluar GBK bersiaga serta beberapa komponen lainnya digerakkan dengan cepat untuk mengantisipasi datangnya kerusuhan. Situasi menjadi tegang, beberapa pemain termasuk ketua PSSI berusaha menenangkan supporter yang sudah mulai kecewa. Tapi lagi-lagi saya bersyukur, ternyata para supporter mania masih bisa mengendalikan diri hingga pertandingan dapat segera dilanjutkan kembali.
Pesan buat kawan semua, jangan berkecil hati ketika kekalahan berada di pihak kita, tapi sebaliknya itu adalah sebuah jawaban bagi kita untuk memperbaiki diri. Melawan Bahrain, Iran dan Palestina adalah sebuah pengalaman yang sangat berharga bagi pemain-pemain Timnas kita yang jarang sekali bisa merumput bersama mereka di lapangan bola, minimal ilmu dan tekniknya bisa kita dapat dari hasil pertandingan untuk lebih baik di waktu yang akan datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H