Mohon tunggu...
EFHA
EFHA Mohon Tunggu... Sales - Orang biasa

Damai itu Indah, Cinta itu Indah, Menulis itu Sangat Indah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

8 dari 10 Orang Terbaik adalah Wanita

22 Desember 2013   21:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:36 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Mumpung malam ini masih tanggal 22 Desember, tema wanita sepertinya masih patut menghangatkan ruang baca kita. Apalagi beberapa hari lalu wanita yang berkuasa di Banten dimasukkan ke rutan oleh KPK sepertinya semakin ramai sudah media dihangatkan oleh berita-berita yang dipenuhi oleh perempuan, ibu dan wanita.

Wanita, di zaman  demokrasi seperti ini memang didorong untuk menjadi sosok yang dapat mengimbangi kekuasaan laki-laki. Angka kuota tigapuluh persen di parlemen sepertinya belumlah menggambarkan keterwakilan perempuan, limapuluh persen sepertinya juga akan menjadi sebuah hal yang wajar. Berkaca dari pengalaman pribadi, perempuan dalam hal akademis saat di sekolah selalu mendominasi gelar siswa terbaik. Saat sekolah dasar empat siswa perempuan seangkatanku mendominasi urutan satu sampai empat dan yang laki hanya satu, itupun berada di urutan lima.

Lalu saat aku SMP, lima siswa dengan nilai NEM tertinggi  empat di antaranya adalah wanita. Lakinya aku, lagi-lagi di urutan ke 5. Sayang saat SMA aku tidak terlalu memperhatikan peringkat karena terlempar dari persaingan yang begitu berat dan saat itu wanita tetap menjadi pemenangnya.

Sejarah selalu berulang, ini ketika aku mendapat laporan hasil belajar anak sulungku yang duduk di kelas dua SD. Anak laki-lakiku turun peringkat dari urutan empat ke urutan lima. Sedang urutan satu hingga ke empat lagi-lagi didominas anak perempuan! Urutan enam hingga sepuluh terselip nama fauzan, anak laki-laki teman anakku di antara empat anak perempuan yang lain.

Anehnya, prestasi itu seakan lenyap ketika para perempuan itu terjun ke dunia nyata. Bahkan, teman saya yang laki-laki dengan prestasi yang biasa-biasa saja malah menjadi aktifis di mana-mana. Sedang, para wanita yang pintar lebih banyak berada di belakang punggung laki-laki. Munculnya wanita ke permukaan pun bersifat sporadis, tergantung laki-laki yang menaunginya. Banyak wanita yang sukses tetapi kebanyakan berstatus lajang maupun janda. Inilah yang mungkin menyebabkan wanita-wanita yang pintar lenyap saat dunia butuh sentuhannya. Beginilah nasib wanita yang hidup di budaya patriarkial. Emansipasi wanita sudah ada, tetapi masih belum berakar, belum ngoyot. Hanya tampak di permukaan saja, tetapi di balik itu pandangan kita terhadap perempuan masih harus dibenahi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun