Mohon tunggu...
Dinda Sintya Dewi
Dinda Sintya Dewi Mohon Tunggu... -

Cinta adalah segalanya ...tanpa cinta apa arti dunia.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Obama..Oh Obama, Kutagih Janjimu!

4 Mei 2011   09:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:05 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="" align="alignnone" width="660" caption="Obama ketika kampanye. Foto By :ibtimes.com"][/caption]

“Amerika menghormati negara-negara Islam. Karenanya, kita segera menyelesaikan masalah Irak. Amerika adalah teman semua negara.”  (pidato kenegaraan pertama Obama, 20 Januari 2009).

Banyak pihak berharap dapat melihat Amerika yang lebih 'santun' pasca terpilihnya Barack Hussein Obama sebagai presiden Amerika ke-44. Tak terkecuali negara-negara Islam yang memiliki hubungan kurang 'harmonis' dengan negeri Paman Sam. Jika dilihat dari kebijakan luar negerinya, Obama sendiri telah mencanangkan suatu kebijakan yang mengedepankan soft policy dalam hubungan multilateral ke negara-negara muslim, namun tetap menerapkan hard power terhadap kelompok teroris yang mengancam negaranya. Harapan akan Obama tampak membumbung tinggi di dunia Islam. Ini diutarakan bukan saja oleh sekutu AS seperti Indonesia, namun juga 'musuh bebuyutan' mereka: Iran. Segera setelah  Obama terpilih, Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad mengirimkan surat yang berisikan  ucapan selamat namun juga harapan agar Obama dapat mengambil jarak dari pendekatan yang diambil pemerintah Bush yang salah (Majalah MADINA, Desember 2008). Janji-janji Obama yang menyangkut hubungan Amerika dengan negara Islam sedang kita tunggu realisasinya. Di antaranya, mendorong pelbagai proses perdamaian di Timur Tengah, menarik  pasukan Amerika dari Irak dan mendorong Teheran membatasi program nuklir untuk rakyat. Pada dasarnya, Presiden pertama AS yang berkulit hitam itu akan mengubah citra buruk Amerika di mata negara-negara Islam. Rancangan program itulah yang kemudian menghadirkan optimisme untuk sebuah hubungan yang lebih mesra antara Islam dan Barat. Pun demikian, kebijakan Obama untuk terus memburu Osama Bin Laden dan meyakinkan Eropa guna terus memerangi Taliban dengan cara memborbardir Afghanistan sangat disayangkan. Meskipun berdalih bukan hendak memerangi sebuah negara melainkan membasmi organisasi teroris yang bersembunyi di dalam negara tersebut, hal ini tetap memunculkan kontroversi. Lantaran status target serangan, dalam hal ini rakyat sipil dan anggota Taliban, menjadi kabur. 'Kecanggihan' CIA dan FBI yang selalu digembor-gemborkan seakan-akan hanya dongeng tatkala dipertemukan dengan masalah ini. Selicin itukah Osama? Selemah itukah Amerika? Perhatian publik tentunya juga tak kan lepas dari sikap Obama atas agresi Israel terhadap Palestina. Dikutip dari Majalah MADINA, banyak analis yang lantas mempertanyakan, akankah Obama mengubah garis politik AS soal dunia Islam, khususnya soal Israel. Karena sang Presiden berulang kali menyatakan bahwa dalam isu Timur Tengah, ia akan melindungi kepentingan Israel. Keputusan Obama untuk menunjuk Joe Bidden sebagai wapres merupakan bukti yang mengkhawatirkan mengingat Bidden jelas condong memihak Negara Yahudi tersebut, dan pernah suatu kali secara terbuka mengaku, "Saya adalah seorang Zionis." Penunjukkan Rahm Emannuel sebagi Kepala Staf juga menerbitkan pesimisme. Masalahnya, ia adalah putra seorang anggota Irgun yang bertanggung jawab atas pembantaian orang-orang Palestina pada 1931-1948. Akhir Clash of Civilization? Wacana clash of civilization dipopulerkan oleh Samuel Huntington, seorang professor politik dari Harvard, pada awal dekade 1990-an dalam bukunya The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order (1996). Di dalamnya ia memaparkan sejarah, perjalanan, dan masa depan hubungan Islam dan Barat.  Ia mengkritik orang-orang Barat yang menganggap bahwa antara Islam dan Barat tidak memiliki persoalan, kecuali dengan kelompok Islam ekstrim. Ia memandang posisi Islam sebagai musuh utama Barat setelah runtuhnya komunis Uni Soviet. Huntington mengarahkan Barat untuk memberikan perhatian khusus kepada Islam. 'Nasehat' Samuel Huntington dalam buku itu adalah AS musti melakukan preemptive strike (serangan dini) dan defensive intervention (intervensi defensif) guna menangkal 'serangan' Islam. Strategi ini berbeda dengan yang diterapkan AS di masa Perang Dingin saat menghadapi komunis, negara adidaya itu menggunakan pola containment (penangkalan) dan deterrence (penangkisan). Nasehat Huntington untuk melakukan preemptive strike inilah yang kemudian diamani oleh pemerintah Bush. Implikasinya secara membabi buta Amerika menginvensi Afghanistan dan Iraq sebagai repon dari peristiwa 911. Nah, akankah Obama juga akan menuruti nasehat Huntington itu? Atau momentum naiknya Obama menjadi titik tolak berakhirnya clash of civilization? Apabila ditinjau dari program-program yang ia ajukan seolah-olah musnalahlah sudah clash of civilization. Islam dan Barat dapat berjalan beriringan menciptakan dunia yang berperadaban. Namun, bagaimanapun Obama hanyalah seorang presiden. Meskipun pengaruhnya kuat, lobi-lobi orang di belakang Obama juga tak bisa dikesampingkan. Lepas dari itu semua, bersikap optimis terhadap pemerintah Obama tentu sangat kooperatif. Ketimbang selalu berprasangka buruk terhadap Amerika yang justru akan semakin memperkeruh suasana dan memperlambat terwujudnya perdamaian. Selanjutnya kita tinggal mengawal pemerintahan Obama serta menantikan Obama menepati janji-janjinya. Wa bil khusus, janjinya untuk bersikap lebih lunak terhadap negara-negara Islam. Bisakah terwujud? Yes, we can!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun