Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis || Pegiat Konten Lokal NTT || Blogger Tafenpah.com

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group || Jika berkenan, mampirlah di blog saya Tafenpah.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Isu Kebudayaan Terkini, Sentimen Ras di Lingkungan Kerja

9 September 2024   00:34 Diperbarui: 9 September 2024   00:41 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Isu kebudayaan di lingkungan kerja semakin berkembang di abad ke-21 ini. Banyak HRD memiliki sentimen ras, ketika melakukan perekrutan calon tenaga kerja.

Silogisme tersebut, tidak mengindikasikan bahwasannya semua HRD yang ada di setiap perusahaan itu memiliki hasrat dan kebencian ras, ketika menjaring atau merekrut calon tenaga kerja baru. Akan tetapi, perbandingannya, mungkin 2:100


Tentunya, ada berbagai faktor yang melatarbelakangi keputusan dari seorang HRD.

Terlepas dari ragam kepentingan, salah satu isu Kebudayaan yang paling sensitif adalah adanya tendensi pemilihan ras di balik keputusan HRD, terkait lulus dan tidaknya seorang calon pelamar kerja.

Jika tindakan perekrut/personalia/HRD masih mementingkan pemilihan ras, tentunya persoalan ini berpotensi untuk menggagalkan misi dari Bhinneka Tunggal Ika.

Indonesia adalah negara besar, termasuk kekayaan sumber daya manusianya.

Ketika seorang pelamar kerja mengirimkan lamarannya entah via luring maupun daring, mereka pun tidak tahu, kepada siapakah mereka nantinya diwawancarai.

Bulan lalu, ketika saya mengikuti interview tahap 2 di salah satu Perusahaan Outsourcing yang berada di Jalan Panjang Raya, Kebun Jeruk, Jakarta Barat, saya kaget dengan pernyataan dari pewawancara, karena ia mengaitkan ras dengan bidang pekerjaan yang nantinya saya kerjakan, apabila dinyatakan lulus.

"Terkait dengan bidang pekerjaan ini, kamunya tidak cocok! Karena kamu berasal dari Timur Indonesia," ujarnya.

Saya yang memilih untuk tidak mempersoalkan stigma buruk terhadap karakter dan dialek warga Indonesia Timur, sejenak diam dan tidak menanggapi pernyataan dari tim perekrut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun