Untuk itu, ketika PSSI dan Exco memutuskan untuk memindahkan dirinya ke Timnas U-20, sebagai persiapan dalam menghadapi Piala Dunia U20, Ia pun tidak sudi dengan permintaan tersebut.
Karena STY sudah terlanjur nyaman dengan strategi yang ia jalankan selama ini. Di mana, di setiap level timnas, ia selalu menyiapkan pemain-pemain yang nantinya menjadi aktor utamanya di levelnya.
Pemain-pemain yang sudah dipersipakan STY memang sejauh ini cukup berhasil. Sebut saja, bintang muda Madura United, Ronaldo Kwateh dan worderkid Persebaya Surabaya asal NTT, Marselino Ferdinan.
Kedua pemain ini selalu diberi ruang ekspresi oleh STY di hampir setiap level timnas. Paradigma atau kerangka berpikir STY ini sangat visioner.
Jadi, pada saat ia memutuskan untuk menolak  permintaan PSSI, itu pun dilandasi dengan alasan yang kuat. Karena ia tidak ingin, kebahagiaan Ricky Kambuaya, dkk dalam persiapan menuju Piala Asia 2023, dinodai oleh ambisi PSSI dan segelintir orang yang tidak suka dengan kepemimpinan STY.
STY begitu mencintai timnas Senior. Karena di sana dihuni oleh pemain-pemain yang sudah lama membangun chemistry dengannya.
Selain itu, konsep pembangunan timnas berkelanjutan di tiga level harus seimbang di bawah bimbingannya.
Regenerasi Timnas dari Level U20 Sampai Level Senior Jangan Dihancurkan Karena Isu Politik
STY yang punya pengalaman bersama Timnas Korea Selatan, tentunya tahu betul akan potensi timnas Indonesia ke depan.
Untuk itu, ia harus tetap melatih timnas, mulai dari level U20 hingga Senior. Karena konsep kepelatihannya sudah memberikan kontribusi bagi perkembangan sepakbola tanah air.
Di mana, mentalitas, gaya permainan, kerja keras, pantang menyerah, kematangan emosional pemain pun semakin berkembang.
Jika, seandainya STY hanya fokus mempersiapkan timnas U20, tentu saja apa yang ia bangun selama ini akan berantakan.