Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis || Pegiat Konten Lokal NTT || Blogger Tafenpah.com

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group || Jika berkenan, mampirlah di blog saya Tafenpah.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Bahaya! Rusia Semakin Menggila di Semenanjung Timur Ukraina

12 Februari 2022   03:30 Diperbarui: 12 Februari 2022   04:03 1163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejumlah negara telah mendesak warganya untuk meninggalkan Ukraina, di tengah meningkatnya peringatan akan invasi Rusia.

Ketegangan Rusia dengan Ukraina kian mengancam keselamatan dunia internasional. Karena saat ini, Rusia sudah mengirimkan sebanyak 100.000 pasukan perangnya di perbatasan Ukraina Timur, tepatnya di Krimea yang mereka camplok sejak tahun 2014 silam.

Daerah sengketa itu telah melibatkan NATO dan Sekutu (Amerika Serikat) turun tangan. Campur tangan NATO dan Sekutu dalam membantu Ukraina dengan mengirimkan pasukannya juga sempat dikecam oleh pemerintah Rusia, dalam hal ini Presiden Vladimir Putin.

Putin tidak menerima apa yang dilakukan oleh NATO dan Sekutu dalam urusan internal negaranya.

Untuk menanggapi pernyataan Putin, Sekertaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg mengatakan bahwa blok itu "bersatu dan siap untuk skenario apa pun," seperti yang dilansir oleh penulis dari laman British Broadcasting Corporation (BBC), Sabtu (12/2/2022).

Lalu, negara mana saja yang sudah meminta warganya untuk meninggalkan Ukraina?

warga Inggris di Ukraina bergegas keluar dari Ukraina.Reuters
warga Inggris di Ukraina bergegas keluar dari Ukraina.Reuters

Sejauh ini ada lima negara yang sudah meningkatkan komunikasi dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mereka di Ukraina untuk segera mengevakuasi warganya dan secepatnya meninggalkan Ukraina.

Negara-negara itu antara lain: Inggris, Belanda, Jepang, Korea Selatan, dan Amerika Serikat.

Presiden Biden mengatakan bahwa dia tidak akan mengirim pasukan untuk menyelamatkan warga yang terdampar jika terjadi tindakan Rusia. Untuk itu, ia mengharapkan warganya mengikuti instruksinya, sebelum terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken juga mengatakan pasukan baru Rusia telah tiba di perbatasan.

Seperti apakah langkah diplomasi yang diambil NATO dan Sekutu untuk meredakan krisis di Ukraina?

Pasukan perang Rusia di Krimea. Reuters
Pasukan perang Rusia di Krimea. Reuters

Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace memperingatkan rekannya di Moskow bahwa invasi Rusia ke Ukraina akan memiliki "konsekuensi tragis" bagi kedua negara. Namun Sergei Shogiu mengatakan meningkatnya ketegangan militer di Eropa "bukan salah kami".

Ketegangan saat ini terjadi delapan tahun setelah Rusia mencaplok semenanjung Krimea selatan Ukraina. Sejak itu, militer Ukraina terlibat perang dengan pemberontak yang didukung Rusia di wilayah timur dekat perbatasan Rusia.

Rusia Melupakan Sesama Bekas Negara Soviet

Pasukan perang RusiaReuters
Pasukan perang RusiaReuters

Chemistry yang dibangun oleh Rusia dan Ukraina zaman Perang Dunia II bukan hanya berakhir dengan kekalahan yang menggenaskan dengan sejumlah denda kepada pihak Sekutu (AS) sebagai pemenang perang.

Namun, bekas-bekas negara Uni Soviet kini sudah tidak saling mengenal. Apalagi kemesraaan yang pernah mereka bangun bersama dalam memperjuangkan paham Komunis (Marxis) di seluruh dunia, kini dalam tanya tanya (?) besar bagi dunia internasional.

Baca Juga: Liga Santri 2022 akan Melahirkan Bintang Baru bagi Timnas Indonesia

Karena apa yang dilakukan oleh Rusia adalah kesalahan masa lalu. Seharusnya sekarang mereka bersatu untuk bekerja sama dalam bidang apa pun. Namun, atas keegoisan Rusia, terlebih campur tangan NATO dan Sekutu lah yang memicu Rusia semakin naik pitam di semenanjung Timur itu.

Faktor Kecemburuan Rusia kepada Ukraina

Pasukan perang Wanita Ukraina.Reuters
Pasukan perang Wanita Ukraina.Reuters

Masalah lain yang disesalkan oleh Rusia kepada Ukraina adalah mereka tidak sudi, jika ke depan, Ukraina akan bergabung dengan NATO.

Padahal mereka memiliki ikatan emosional, sosial dan budaya yang sangat mendalam sebagai sesama bekas negara Uni Soviet.

Untuk itu, Rusia meminta Ukraina untuk mengesampingkan mimpi atau skenario yang sementara direncanakan oleh NATO dan Sekutu.

Bagaimana solusi yang tepat bagi perang segiti antara Rusia, Ukraina dan NATO?

Latihan perang pasukan Ukraina.Suara
Latihan perang pasukan Ukraina.Suara

Masyarakat internasional mengharapkan Rusia dan Ukraina melihat kembali semangat Perjanjian Minsk.

Perjanjian Minsk adalah upaya gencatan senjata yang gagal pada sebelumnya. Selain itu, NATO dan Sekutu jika tidak mencampuri urusan di Ukraina, tentu saja keadaan di Semenanjung Timur Ukraina tidak akan serumit sekarang.

Selain itu, baik Rusia, Ukraina, NATO, dan Sekutu (Amerika Serikat) harus belajar dari pengalaman pada perang Dunia II yang telah mengorbankan jutaan bahkan miliaran nyawa manusia di planet ini.

Sejarah kelam itu seharusnya menjadi jembatan bagi siapa pun yang saat ini punya kepentingan di Semenanjung Timur, Ukraina (Krimea), bahwa perang itu tidak menguntungkan. Bahkan perang akan mengacaukan nilai-nilai kemanusiaan yang selama ini sudah diperjuangkan oleh PBB di seluruh dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun