Saya dan kamu adalah bagian dari produk kebudayaan nusantara. Kita tidak bisa melawan takdir hidup tersebut. Karena melalui budaya, kita pun menamakan diri sebagai makhluk berbudaya.
Melalui budaya ada peradaban. Lalu, diteruskan oleh setiap generasi, dan pada akhirnya membentuk suatu cerita lisan maupun tertulis yang kita namakan sebagai sejarah.
Sejarah peradaban manusia di planet bumi ini tidak pernah dipisahkan dari mana sosio-kulturalnya. Dalam konteks ini, saya lahir dan dibesarkan dari etnis Dawan.
Baca Juga: Hel Keta sebagai Simbol Persatuan Atoin Pah Meto (Suku Timor) dalam Pandangan Ernst Cassirer
Dawan adalah penduduk terbanyak di pulau Timor, mulai dari kota Kupang, Soe (Timor Tengah Selatan), Kefamenanu, (Timor Tengah Utara), sebagian Belu, Atambua, dan Timor Leste, khususnya Distrik Oekusi hingga kota Dili sendiri.
Salah satu simbol yang mempersatukan masyarakat Dawan adalah U'ab Meto (Bahasa Dawan) yang di dalamnya pun ada tradisi Hel Keta.
Hel Keta adalah acara adat suku Dawan sebelum malam penyerahan belis dari pihak lelaki kepada perempuan.
Biasanya Hel Keta ini diadakan di salah satu sungai atau pun perbatasan kampung dari pihak lelaki dan perempuan.
Mengapa Hel Keta harus diadakan di perbatasan kampung atau pun sungai?
Karena dari berbagai literasi lisan yang penulis dapatkan dari setiap kegiatan Hel Keta ataupun story telling dari dari kakek dan nenek itu mengisahkan bagaimana pada zaman dulu, tanah Timor itu masih dikuasai oleh raja-raja.
Setiap raja memiliki pengikutnya yang terdiri dari berbagai suku bangsa. Maka, perang pun tak bisa dielakkan dari kehidupan sosio-kultural masyarakat Dawan.