Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis || Pegiat Konten Lokal NTT || Blogger Tafenpah.com

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group || Jika berkenan, mampirlah di blog saya Tafenpah.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Blogger Kewalahan Mengelola Website Perguruan Tinggi

19 November 2021   13:30 Diperbarui: 19 November 2021   13:37 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Blogger kewalahan mengelola website Perguruan Tinggi (Sumber; Pexels.com)


Hi Sobat Kompasianer, kebiasaan menulis artikel populer yang tidak terlalu memperhatikan penggunaan bahasa baku berakibat pada kinerja pekerjaan. Jika, sobat pernah berada di fase tersebut, berarti kita berada di satu jalur Busway.

Sebagai seorang blogger, kita memiliki kecenderungan untuk menulis sesuatu menggunakan bahasa keseharian. Alasannya pembaca lebih tertarik dan mudah untuk memahami pesan yang kita sampaikan melalui setiap artikel kita. Karena apa yang kita tulis itu merepresentasikan keberadaan mereka juga.


Namun, gaya kepenulisan itu  berseberangan dengan penulisan artikel atau publikasi apa pun di dalam website institusi pemerintah maupun swasta. Sebagai pendekatan riil, saya akan membagikan pengalaman saya yang selama ini dipercayakan oleh Perguruan Tinggi tertentu untuk mengelola websitenya.

Awalnya saya merasa sudah terbiasa menulis artikel. Akan tetapi, keyakinan berlebihan (overthinking) saya menemui jalan buntu. Akibatnya saya kewalahan di awal-awal mengelola website tersebut.

Namun, seiring dengan pengalaman dan konsultasi dengan senior yang sudah lama berpengalaman dalam mengelola website pemerintah atau pun swasta, saya menemukan beberapa cara yang mungkin saja akan bermanfaat bagi sobat blogger muda, diantara:

1. Adaptasi

Ilustrasi blogger membangun kerja sama dengan seniornya. (Sumber; Glints.com)
Ilustrasi blogger membangun kerja sama dengan seniornya. (Sumber; Glints.com)


Rasanya kita sudah bosan dengar kata "ADAPTASI." Ya, karena di mana pun kita berada, pembicaraan apa pun pasti berakhir di kata adaptasi. Entah adaptasi terhadap perkembangan zaman, lingkungan kerja, karakter si doi, dll.

Namun, bagaimana pun juga kita harus mengikutinya. Mengapa? Karena untuk bertahan dalam keadaan apa pun atau ingin mencapai sesuatu, tiada kata lain selain menikmati ritmenya.

Itulah sepintas makna adaptasi dari saya. Sebulan yang lalu, saya mendapatkan kepercayaan dari salah satu Universitas Swasta yang baru menancapkan kakinya di negeri ini sebagai copywriter.

Tugas sebagai copywriter bukan hanya sekadar menulis dan mempublikasikan artikel yang bertujuan untuk mendapatkan kepercayaan dari publik. Tapi, saya dan rekan kerja bertanggung jawab untuk mereformasi website dengan tampilan yang lebih bagus, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun