Pagi itu suasana kota wisata Batu -- Malang, Jawa Timur masih sepi dari sentuhan wisatwan. Kabut pun masih menutupi sebagian kota Apel tersebut. Saya keluar dari rumah menuju beberapa titik. Sebut saja kantor Walikota Batu yang memiliki nilai estetika dari sudut bangunannya.
Baca Juga: Menertawakan Diri Sendiri di Bulan Agustus
Berawal dari nilai estetika bangunan fisik tersebut, saya mengamati jalan pikiranku untuk membangun konsep atau diskursus ilmu pengetahun demi menghasilkan paradigma/kerangka berpikir baru.
Mobilisasi atau pergerakan pikiran saya mengarah pada salah satu ungkapan dari guru bahasa Jawa saya, Pak Sinto yakni; "Urip mung mampir ngombe."
Istilah klasik Jawa ini saya sudah tahu artinya yakni; kehidupan seperti seseorang yang hanya numpang minum.
Terkait dengan diskursus ini, saya pun mengaplikasikannya dengan pengalaman empirik selama menulis di Kompasiana.
Kompasiana telah menyediakan berbagai kategori yang bertujuan untuk pengembang diri setiap Kompasianer (Self Improvement).
Setiap kanal dan artikel yang ditulis oleh Kompasianer akan dinilai dengan enam indikator/patokan yakni; Aktual, Bermanfaat, Inspiratif, Menarik, menghibur dan Unik.
Keenam indikator ini ibarat alarm yang selalu membangunkan setiap orang pada pagi hari. Akan tetapi, masalah utama yang saya alami dan mungkin rekan Kompasianer adalah kita cenderung mengikuti pepatah klasik Jawa yang di atas.
Di mana, artikel rekan Kompasienr hanya numpang lewat di beranda Hp ataupun Laptop kita. Kita  cenderung hanya numpang vote tanpa membaca hingga selesai. Jika kita membaca pun paling mentok satu halaman saja. Kalau pun kita membaca sampai selesai, itu karena sesuatu yang urgent/penting.