33 tahun masyarakat NTT menunggu tim kesayangannya untuk berlaga di Pekan olahraga Nasional. Sejarah itu tercipta pasca kemenangan anak asuh Ricky Nelson (mantan pelatih Borneo FC) dari Bali tahun 2019 silam.
Euforia itu semakin membara dan menyulutkan api semangat bagi masyarakat NTT untuk mendukung Adelbertus Kolo dkk di PON XX PAPUA.
Tim kesayangan negeri karang (Kupang) ini mendadak sebagai "icon" bagi generasi muda NTT untuk meningkatkan kemampuannya dalam mengolah kulit bundar.
Baca Juga: Intip menu Latihan Pemain Pon NTT Bersama Adelbertus Kolo
Adelbertus Kolo Inspirasi Generasi Muda Timor Tengah Utara
Kehadiran pemain Adelbertus di kubu Pon NTT 2021 merupakan pemicu semangat bagi generasi muda kabupaten Timor Tengah utara. Khususnya yang berada di desa Banain, Sainoni, Haumeni, Baas, Oe Ana, Faennake, Sainoni, Tes dan Napan.
Generasi desa yang terlahir dengan kemampuan alami untuk mengolah kulit bundar tidak diimbangi dengan pembinaan yang menyeluruh dari pemerintah Kabupaten Timor Tengah utara. Akibatnya, talenta-talenta emas itu ikut terkubur bersama impian mereka.
Miris ketika saya melihat generasi muda Bikomi Utara yang ditelantarkan dalam mengembangkan talentanya. Padahal, nama daerah akan cepat terangkat dengan atlet-atlet berprestasi. Seperti yang sementara viral yakni; pebulutangkis Greysia Polii dan Apriayi Rahayu dalam menyabet medali Emas perdana bagi Indonesia di pesta Olimpiade Tokyo 2020.
Kebanjiran Talenta Muda Tapi minim Perhatian
Hari ini, ketika anda memasuki tanah Timor Barat yakni; Timor Tengah Utara dan Belu, anda pasti merasakan atmosfer dan keceriaan generasi desa yang berlarian di padang sabana, jalanan, lapangan mini yang penuh dengan bebatuan untuk mengembangkan talentanya.
Generasi desa yang lugu, polos memiliki mimpi untuk membawa nama daerah mereka di bidang olahraga, baik di kancah nasional maupun internasional. Namun, mereka selalu terbentur dengan mata batin pemerintah daerah yang kehilangan "sense of empati."
Terkait dengan talenta muda di bidang olahraga, Timor Barat tidak pernah kekurangan atlet-atlet terbaik. Kendalanya masih berkutat di pembinaan sejak usia dini. Selain itu juga, pemda  dari zaman dulu hingga sekarang selalu memprioritaskan aspek politik, budaya, sosio, ekonomi dan mengorbankan aspek olahraga.
Atlet-atlet berprestasi dari Timor Barat itu pada umumnya melalui jalur mandiri. Setelah nama mereka tercium oleh media nasional, di situlah "sense of empati"Â dari politisi mulai ada. Terlambat sudah bapak mengenal mereka!