Meski kita berbeda bangsa tapi kita menjadi satu dalam ikatan emosional. Ikatan emosional warga NTT, khususnya pulau Timor bagian barat dengan Timor Leste disatukan dalam bahasa Dawan dan Tetun.
Ketika sore menjemput cakrawala menuju tempat pembaringannya, kita selalu bersentuhan dengan sesama kita yang berasal dari Timor Leste. Bukan hanya itu saja, ada yang setiap 2-3 hari bersafari di pasar kota Kefamenanu dan Atambua untuk membeli kebutuhan pokok.
Interaksi sosial yang kita bangun bersama mereka yang berasal dari Timor Leste setiap bersua di pasar adalah kita selalu menggunakan bahasa daerah.
Apakah kamu bangga? Jika, ya. Saya pun bangga ketika penduduk dua negara yang saling berinteraksi sosial di pasar perbatasan dengan menggunakan bahasa daerah yakni Dawan dan Tetun.
Bahasa Dawan dan Tetun adalah dua bahasa yang paling digunakan dan terbesar di pulau Timor. Secara geografis kita memang dibatasi oleh kawat berduri di pojok perbatasan negeri. Namun, secara emosional kita memiliki adat-istiada yang sama.
Ikatan emosional ini turut memberikan andil bagi kita untuk mencintai bahasa daerah kita. Meskipun bahasa nasional Timor Leste adalah bahasa Portugal, bukan berarti mereka melupakan bahasa Dawan dan Tetun.
Secara formal mereka menggunakan bahasa Portugal maupun Tetun Porto. Namun, secara interaksi keseharian di antara mereka, bahasa Dawan dan Tetun adalah pilihan yang tepat.
Bahkan setiap sore sebagai anak perbatasan, terkadang kita mendengar percakapan mereka yang dengan bahasa Dawan dan Tetun di balik kawat berduri perbatasan. Sembari kita melambaikan tangan dan menyapa mereka. Begitu pun mereka membalas kita dengan kedua bahasa itu.
Setahun yang lalu, saya berkesempatan untuk menjelajahi negeri Timor Leste yang sangat indah. Di atas ketinggian, sejauh mata memandang, ada hamparan air laut yang jernih semakin menggoda diriku untuk segera berenang dan menikmati kesempatan tersebut.
Selama saya berada di negeri Timor Leste, bahasa yang saya gunakan bersama mereka adalah bahasa Dawan. Sesekali bahasa Portugal yang membuat saya kebingungan. Gegara sewaktu SMA mata pelajaran bahasa Portugal saya selalu bolos. Akibatnya, penyesalan tiada guna, ketika saya sudah berada di tengah realitas.