Ungkapan ini sudah tidak asing lagi dalam keseharian kita. Â Jangan lupa pulang artinya setinggi apa pun gelar dan status sosial kita, semua itu berawal dari kesederhanaan. Kita bisa saja pandai dalam berbahasa asing. Namun, kita merasa sulit untuk berbicara bahasa daerah kita sendiri di era digital.
 Apalagi perkembangan teknologi dewasa ini, seolah---olah memaksa kita untuk mengikuti dunia persuasif iklan. Asumsi bahasa persuasif iklan, perlaha-lahan mengasingkan diri kita dengan bahasa daerah kita.
Kampanye
Sadar cuy!Sebagai kampanye bahasa daerah, hal pertama yang saya lakukan adalah menulis artikel berbau bahasa daerah di blog saya tafenpah.com.
Cara saya mengemas artikel berbahasa daerah adalah ikut merawat amanah dan pesan moral nenek moyang Nusa Tenggara Timur.
Di sini saya bukan anti bahasa asing. Melainkan antara bahasa asing dan daerah harus seimbang. Karena kita hidup selalu berdampingan dengan kebudayaan orang lain. Identitas diri kita kuat, relasi dengan budaya lain pun semakin berakar kuat dalam terang humanisme.
Kita sudah menangis karena kehilangan nenek moyang kita. Jangan sampai kita pun akan kehilangan bahasa daerah kita. Cukup tangisan duka saat kepergian mereka kala itu. Kini dan nanti kita harus membuat mereka tersenyum di alam baka dengan menguatkan bahasa daerah. Merawat bahasa daerah, merawat pariwisata NTT.
Timor, 3/6/2021
Generasi perbatasan RI-Timor leste
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H