Zaman edan telah melahirkan karakter manusia yang selalu berambisi untuk mengetahui segalanya. Â "Common sense" atau akal sehat digantikan oleh ambisi untuk melihat orang lain sebagai objek, sasaran pemuas birahi di jagat maya.
Ya, segala sesuatu yang dilakukan oleh orang lain, seakan-akan sudah mutlak kita harus mengetahuinya.
Tak ada lagi ruang privasi, bila kita sudah bersentuhan dengan arus teknologi. Apakah saya menyalahkan produk dari kapitalisme ini? Oh, tentu saja tidak kawan! Karena saya adalah penggila produk kapitalisme modern.
Lalu, apa sih korelasi judul tulisan "Kenali Bahaya "Common Sense" Akibat Kepoin Status Orang Lain!
Saya sarankan, lebih baik kamu skip saja deh, daripada kamu sakit hati, loh!
"Common sense" atau bahasa orang tua di kampung saya adalah "akal sehat." Ya, elaaaah kirain apa. Padahal artinya cuman akal sehat. Memang dalam  bahasa Indonesia tak ada  kata akal sehat? Bawa-bawain orang tua di kampung segala. Sudah gila, ya!
Gila demi pengetahuan empirik, tak apalah. Daripada gila kepoin status orang lain! Kawan, sebenarnya saya tidak tahu istilah kata "kepo" ini turunan dari bahasa apa? Yang terpenting, dalam ranah ini, saya tidak mengulik asal-muasal kata "kepo." Apalagi ada akhiran "in." Makin puyang kata orang tua di Panti Jompo.
Hemat saya, bahaya "common sense" atau akal sehat akibat kepoin status orang lain adalah tiada ketenangan batin.
Selain itu, ada "range" atau jarak antara relasi kita dengan sesama. Padahal kita semua adalah sahabat. Bila ditilik dari Filsafat Liyan.
Akal sehat  atau"common sense"  merupakan produk ilmu pengetahuan dari Filsuf Aristoteles. Di sini, saya tidak melibatkan indera untuk mengolah atau menata ajaran Aristoteles ya.